JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo melontarkan sinyalemen kuat bahwa Bank Sentral bisa saja kembali menurunkan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" dalam lima bulan terakhir di 2019 jika laju inflasi terus terkendali, dan stabiltas terjaga sehingga terdapat ruang luas untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
Bank Sentral baru saja memangkas suku bunga acuannya pada 18 Juli 2019 pekan lalu menjadi 5,75% setelah delapan bulan berturut-turut bertahan di enam persen, yang juga disebabkan sikap sebagian Bank Sentral di dunia yang mulai melonggarkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari ancaman perlambatan perekonomian global.
Baca Juga: Ini yang Dilakukan BI Sebelum Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,75%
"Untuk pelonggaran kebijakan moneter tetap terbuka, baik itu dari kebijakan likudiitas maupun penurunan suku bunga acuan lebih lanjut," kata Perry di depan anggota Badan Anggaran DPR dalam Rapat Laporan Semester I dan Prognosa Semester II 2019, dikutip dari Antaranews, di Jakarta, Senin (22/7/2019).
Setelah Otoritas Moneter memangkas suku bunga acuan pada pekan lalu, pelaku pasar merespon dengan cukup baik, terindikasi dari kurs Rupiah yang menguat 22 poin atau 0,16% ke Rp13.938 per dolar AS, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak terapresiasi 53,25 poin atau 0,83% ke 6.456.
Baca Juga: Fakta di Balik BI Harus Turunkan Suku Bunga Jadi 5,75%
Perry mengatakan di semester II 2019, proyeksi parameter ekonomi makro Bank Sentral tidak jauh berbeda dengan pemerintah. Adapun asumsi makro ekonomi dari pemerintah untuk semester II 2019 adalah pertumbuhan ekonomi 5,2% secara tahuan (year on year/yoy), laju inflasi 3,1% (yoy), dan kurs rupiah sebesar Rp14.303 per dolar AS
"Pertumbuhan ekonomi di semetser II 2019 akan lebih baik, inflasi rendah, kurs rupiah menguat, suku bunga akan lebih rendah," ujar dia.
Penurunan suku bunga acuan Juli 2019 ini juga diyakini Bank Sentral tidak akan membuat bunga atau imbal hasil instrumen keuangan domestik kurang menarik dibanding negara-negara sepadan (peers) dan negara maju. Selisih perbedaan suku bunga Indonesia dengan negara lain masih lebar ditambah persepsi risiko investasi dari "Credit Default Swap/CDS" Indonesia kian menurun.