IPO memang menuntut transparansi perusahaan, mulai rencana bisnis, pengelolaan, hingga kondisi keuangan perusahaan. Padahal dalam iklim startup, kompetisi yang terjadi adalah bagaimana para pelaku usaha bisa menghasilkan inovasi-inovasi terbaru dan tentu ini bersifat rahasia.
"Kan kayak peer to peer lending (startup fintech) begitu, mereka jadi ketahuan kan (rahasianya), jadi ratusan hingga ribuan bisa membuat aplikasi yang sama," katanya.
Oleh karena itu, Hoesen pun tak muluk-muluk menuntut untuk setiap startup melantai di BEI. Menurutnya, dia memahami kondisi persaingan bisnis yang terjadi.
"Untuk IPO harus jadi transparan dan itu kelihatan pembukuannya, margin dari mana dan sebagainya. Itu mungkin rahasia dapurnya. Jadi enggak ngotot untuk mereka masuk pasar modal, karena membuat pihak lain meniru model bisnis itu enggak susah," ungkap dia.
Sekedar diketahui, di luar negeri sudah ada startup yang sudah melakukan IPO di antaranya Uber pada Mei 2019 dan Lyft di Maret 2019. Kedua perusahaan ride hailing (jasa berbagu tumpangan) yang tercatat di Bursa Efek New York tersebut, harga sahamnya justru terus menyusur lantaran belum berhasil membukukan laba.
(Dani Jumadil Akhir)