JAKARTA – Isu diskriminasi terhadap ekspor kelapa sawit Indonesia menjadi pembahasan pelik dalam beberapa waktu terakhir. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengungkapkan langkah-langkah diplomasi yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala terkait salah satu komoditi strategis Indonesia tersebut.
Berbicara kepada Okezone, Menlu Retno mengatakan bahwa kelapa sawit merupakan salah satu isu penting dalam diplomasi ekonomi Indonesia. Selain menghasilkan devisa yang besar, bidang kelapa sawit juga menyerap jutaan tenaga kerja, yang sejalan dengan misi cipta lapangan kerja yang diserukan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga: Kembali Dipercaya Pimpin Kemlu RI, Menlu Retno Dapat Pesan Khusus dari Presiden Jokowi
“Dengan misi presiden menciptakan lapangan kerja, berarti lapangan kerja yang sudah ada juga harus diamankan, jangan sampai kita menciptakan yang baru yang lama hilang. Maka kewajiban kita untuk mengamankan lapangan kerja yang 16 juta sampai 16,5 juta yang bekerja di lapangan sawit dengan mengawal produknya agar tidak mendapatkan perlakukan diskriminatif dan lain-lain,” jelasnya.
Perlakukan diskriminatif terhadap ekspor kelapa sawit Indonesia, terutama dari Uni Eropa (UE) telah beberapa kali diangkat ke forum internasional, baik oleh Menlu RI mau pun pejabat terkait lainnya, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Menlu Retno mengatakan keprihatinan terhadap diskriminasi produk kelapa sawit Indonesia itu juga diangkat melalui ASEAN di mana, negara anggota lainnya, Malaysia, juga merupakan penghasil terbesar kelapa sawit yang mendapat perlakuan serupa dari Uni Eropa.
“Kita terus menyampaikan keprihatinan kita kepada Uni Eropa. ASEAN sudah memiliki sikap mengenai sawit terhadap Uni Eropa. Antara lain hasilnya antara ASEAN dan Uni Eropa sudah disetujui membentuk working group mengenai minyak sawit. Jadi working grup ini sekarang sedang dibahas TOR-nya (term of reference, kerangka acuan-red.) seperti apa. Isu sawit ini akan dibahas dalam konteks ASEAN dan Uni Eropa, ” paparnya.