Jumlah uang untuk hidup bahagia
Pada tahun 1965, para CEO di Amerika Serikat berpendapatan 20 kali lebih besar dibandingkan rata-rata pekerja tetapi pada tahun 2015, gaji CEO meningkat 300 kali.
Ketika menghirup udara segar selagi mendaki gunung bersama Valerie, Price punya ide.
Dia pernah membaca hasil penelitian dua ekonom pemenang Hadiah Nobel, Daniel Kahneman dan Angus Deaton, tentang berapa jumlah uang yang diperlukan oleh setiap orang Amerika untuk hidup bahagia.
Dia sontak berjanji kepada Valerie untuk menaikkan gajinya di Gravity secara signifikan.
Setelah menghitung-hitung, ia berkesimpulan pada angka USD70.000 atau setara dengan Rp1 miliar.
Dan Price menyadari ia tidak hanya perlu memangkas gajinya, tetapi juga meminjam uang ke bank dengan jaminan dua rumahnya dan menjual saham serta mengambil tabungannya.
Ia mengumpulkan karyawan-karyawannya dan menyampaikan berita baik kepada mereka.
Semula ia mengira mereka akan sontak merayakan berita tersebut, tetapi awalnya pengumuman itu tak mendapat sambutan bahkan seperyti antiklimaks, kata Price.
Ia sampai harus mengulangi apa yang disampaikan sebelum berita baik itu benar-benar dicerna oleh karyawan.
Lima tahun kemudian, Dan mentertawakan diri sendiri karena luput tak mempertimbangkan poin penting dari hasil penelitian profesor Universitas Princeton. Menurut mereka, jumlah pendapatan minimum yang diperlukan warga agar hidup bahagia adalah USD75.000.
Kendati demikian, sepertiga dari karyawan perusahaan Gravity Payments menerima kenaikan gaji dua kali lipat.
Sejak saat itu, Gravity mengalami transformasi.
Jumlah karyawan bertambah dua kali lipat dan jumlah pembayaran yang ditangani perusahaan meningkat pesat dari USD3,8 miliar menjadi USD10,2 miliar per tahun.
Namun ada data lain yang membuat lebih bangga.
"Sebelum upah minimum dinaikkan ke USD70.000, rata-rata jumlah kelahiran di kalangan karyawan adalah nol hingga dua anak per tahun," ungkapnya.
"Dan sejak pengumuman itu - dan itu baru sekitar empat setengah tahun lalu - sudah ada lebih dari 40 kelahiran."
Lebih dari 10% karyawannya mampu membeli rumah mereka sendiri, di salah satu kota paling mahal di Amerika Serikat bagi penyewa. Sebelum kenaikan gaji minimum, angkanya adalah kurang dari 1%.
"Muncul kekhawatiran di kalangan pengamat bahwa karyawan akan menghambur-hamburkan kenaikan gaji itu. Dan kami menyaksikan fenomena sebaliknya," jelas Price.
Jumlah uang yang disisihkan karyawan secara suka rela untuk dana pensiun mereka meningkat dua kali lipat dan 70% dari karyawan mengatakan mereka sudah melunasi utang mereka.
Tetapi Price juga dikritik. Selain ratusan surat berisi dukungan, dan sampul majalah yang menyebutnya sebagai "bos terbaik Amerika", banyak pelanggan Gravity pun mengirim surat yang ditulis dengan tangan berisi keberatan terhadap langkah Price yang dianggap sebagai pernyataan politik.
Ketika itu, Seattle tengah membahas kenaikan upah minimum menjadi U$15 atau sekitar Rp215.000 per jam, yang menjadikannya sebagai upah minimum paling tinggi sepanjang masa dalam sejarah Amerika Serikat.
Pelaku usaha kecil menentangnya dengan alasan akan membuat mereka bangkrut.
Dua karyawan senior Gravity juga mengundurkan diri sebagai bentuk protes.
Mereka tidak senang karena gaji karyawan baru meningkat pesat dalam waktu singkat, dan berpendapat kenaikan itu akan membuat mereka malas, serta membuat perusahaan tidak kompetitif.
Kekhawatiran tersebut belum terjadi.
Rosita Barlow, direktur pemasaran Gravity, mengatakan sejak kenaikan gaji, staf yunior bekerja lebih giat.
"Ketika masalah keuangan tidak membebani pikiran selagi kita bekerja, kita bisa lebih bersemangat tentang apa yang memotivasi kita," jelas Rosita Barlow.