JAKARTA - Perang perdagangan antara AS dan China selama 2 tahun telah memangkas USD1,7 triliun dari kapitalisasi pasar perusahaan Amerika. Hal tersebut dilaporkan oleh Bank Sentral AS, Federal Reserve.
Studi baru yang ditulis ekonom Mary Amiti, Sang Hoon Kong, dan David Weinstein, menemukan bahwa konflik perdagangan global memangkas pertumbuhan investasi AS sebesar 0,3 poin persentase pada akhir 2019 dan akan memangkas 1,6 poin pada akhir tahun.
Baca juga: AS-China Bersitegang, Menko Luhut: Kita Berkawan dengan Siapa Saja
Mengutip Business Insider, Jakarta, Minggu (31/5/2020), penelitian The Fed mengatakan, pengembalian satu hari sejak hari pengumuman perang dagang mencapai -8,9%. Bahkan. sampel para ekonom masih duduk 2,9% lebih rendah setelah tujuh eskalasi perang dagang utama.
Presiden Donald Trump memulai perang dagang pada Maret 2018, menempatkan tarif impor baja dan aluminium dari China. Sementara kesepakatan fase-pertama dibuat sesaat sebelum pandemi virus corona, ia tidak banyak menghasilkan ratusan miliar dolar dalam tugas-tugas antara kedua negara.
Baca juga: China Bebaskan Tarif Impor untuk 696 Barang AS
Penelitian sebelumnya menemukan perusahaan-perusahaan AS “menanggung hampir semua biaya” dari tarif impor baru, mengalihkan uang tunai dari pendapatan dan investasi. Eskalasi tit-for-tat cenderung memiliki pengaruh negatif terhadap investasi dengan mengurangi pengembalian yang diharapkan.
Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan menanggung biaya gangguan rantai pasokan. Perusahaan-perusahaan dengan eksposur ke China dihadapkan pada double-whammy, tambah para ekonom, karena mereka mendapatkan untung dari tugas-tugas China sendiri.
Laporan itu menemukan 46% dari 3.000 perusahaan sampel AS terpapar ke China melalui impor, ekspor, atau penjualan melalui anak perusahaan. Perusahaan rata-rata menerima 2,3% dari penjualannya dari China.
Perang dagang juga tampaknya telah berkontribusi terhadap perlambatan ekonomi China selama dua tahun terakhir, menurut laporan itu. Melemahnya pertumbuhan negara dan pembalasan non-tarif terhadap perusahaan-perusahaan AS kemungkinan mengurangi pengembalian yang dilakukan perusahaan atas investasi di pasar China.
(Fakhri Rezy)