JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan UU Cipta Kerja memberikan kepastian hukum dan kemudahan dengan adanya standar, khususnya terkait dengan persyaratan dan proses perizinan berusaha. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam proses perizinan berusaha.
Produk hukum yang diundangkan pada tanggal 2 November 2020 lalu ini melakukan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha dengan melakukan penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Risk Based Approach).
Baca Juga: Bonus Demografi, RI Bisa Jadi Pemimpin Ekonomi Asean
“Pendekatan perizinan berbasis izin (license base) diubah ke berbasis risiko (risk based),” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (25/12/2020).
Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko ini menimbulkan konsekuensi dan perubahan paradigma dalam pengawasan. Semula, pengawasan lebih berfokus kepada pemenuhan persyaratan administrasi dalam mendapatkan izin. Hal ini menimbulkan beban administrasi dan birokrasi yang sangat tinggi.
Dengan penerapan kegiatan usaha berbasis risiko, maka pengawasan lebih dititikberatkan kepada pelaksanaan kegiatan usaha untuk memenuhi standar dan persyaratan suatu kegiatan. Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, jika terjadi penyimpangan atau pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi secara ketat.
Perubahan konsepsi perizinan yang krusial lainnya adalah adanya NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang mengatur jenis perizinan, standar, syarat, prosedur, dan jangka waktu penyelesaian. Kesemuanya ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan berlaku secara nasional, baik di pusat maupun daerah.