JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan kebijakan baru dalam hal perpajakan. Salah satu regulasi yang diterbitkan adalah pemungutan pajak terhadap setiap penjualan pulsa hingga kartu perdana atau sering disebut pajak penjualan pulsa.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Serta Pajak Penghasilan Atas Penyerahan Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.
Baca juga: Begini Penjelasan Sri Mulyani tentang Pajak Penjualan Pulsa hingga Token
Regulasi tersebut ditandatangani oleh bendahara negara sejak 22 Januari 2021 dan akan mulai berlaku pada 1 Februari 2021.
Sri Mulyani menjelaskan, ketentuan tersebut bertujuan memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan atas pengenaan PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucher.
Baca juga; Pajak Pulsa hingga Token Listrik, Penerimaan Negara Bertambah?
"PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucher sudah berjalan selama ini, sehingga ketentuan tersebut tidak mengatur jenis dan objek pajak baru," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Instagram pribadinya yang dikutip Okezone, Minggu (31/1/2021).
Dia menyebut, dengan terbitnya aturan tersebut maka dilakukan penyederhanaan pemungutan PPN, sebatas sampai pada distributor tingkat II (server), sehingga distributor selanjutnya dan pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi.
"Ketentuan sebelumnya: PPN dipungut pada setiap rantai distribusi, dari operator telekomunikasi, distributor utama (tingkat 1), distributor besar (tingkat 3), distributor selanjutnya, sampai dengan penjualan oleh pedagang pengecer. Distributor kecil dan pengecer mengalami kesulitan melaksanakan mekanisme PPN sehingga menghadapi masalah pemenuhan kewajiban perpajakan," ujarnya.
Dia menambahkan, pemungutan PPN kepada token Listrik hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pembayaran yang berupa komisi atau selisih harga yang diterima agen penjual, bukan atas nilai token listriknya.
"Ketentuan sebelumnya: Jasa penjualan terutang PPN, namun ada kesalahpahaman bahwa PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang dijual oleh agen penjual," katanya.
Dia mengatakan, pemungutan PPN ke voucher hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan atas nilai voucher karena voucher merupakan alat pembayaran atau setara dengan uang yang tidak terutang PPN.
"Ketentuan sebelumnya: Jasa penjualan/pemasaran voucher terutang PPN, namun ada kesalahpahaman bahwa voucher terutang PPN," kata dia.
Adapun penjelasan lain soal pajak atas pulsa atau kartu perdana, token listrik dan voucer sebagai berikut:
1. ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa /kartu perdana, token listrik dan voucer.
2. selama ini ppn dan pph atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan. jadi tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, token listrik dan voucer.
3. ketentuan tersebut bertujuan menyederhanakan pengenaan ppn dan pph atas pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer, dan untuk memberikan kepastian hukum.
penyederhanaan pengenaan adalah sebagai berikut:
1. Pemungutan PPN
a. Pulsa/Kartu Perdana
dilakukan penyederhanaan pemungutan ppn, sebatas sampai pada distributor tingkat ii (server).
sehingga distributor tingkat pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut ppn lagi.
b. Token Listrik
ppn tidak dikenakan atas nilai token, namun hanya dikenakan atas jasa penjualan/komisi yang diterima agen penjual.
c. Voucer
ppn tidak dikenakan atas nilai vouver - karena voucer adalah alat pembayaran setara dengan uang. ppn hanya dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.
2. Pemungutan pph pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa, dan pph pasal 23 atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer merupakan pajak dimuka bagi distributor/agen yang dapat dikreditkan (dikurangkan) dalam spt tahunannya.
(Fakhri Rezy)