JAKARTA - Harga batu bara di pasar ICE Newcastle mengalami rebound pada perdagangan Kamis pagi (3/2/2022), setelah sempat dihantam koreksi beberapa hari terakhir.
Hingga pukul 10.21 WIB, harga kontrak Februari 2022 naik 2 poin atau 0,92% di USD220,10 per ton, mengurangi kerugian yang diderita lima hari terakhir mencapai -6,18%.
Adapun kontrak Maret 2022 juga tumbuh 1,60 poin atau 0,83% di USD194,10 per ton, meskipun masih merosot -9,09% dalam lima hari sebelumnya.
Untuk kontrak April 2022 menanjak 1,85 poin atau 1,04% di USD179,60 per ton.
 BACA JUGA:Ekspor Batu Bara Kembali Dibuka tapi Tidak untuk Perusahaan Ini
Setelah ditutup sejak 1 sampai 31 Januari 2022 lalu, kini tingginya permintaan batu bara di sejumlah negara membawa Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar kembali.
Baca Juga: BuddyKu Fest: Challenges in Journalist and Work Life Balance Workshop
Follow Berita Okezone di Google News
Namun, kebijakan tersebut tidak berlaku untuk semua perusahaan.
Masih ada larangan ekspor bagi perusahaan tambang yang tidak memenuhi DMO batu bara dan tidak menyampaikan surat pernyataan bersedia membayar denda.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran atas ekspektasi persediaan yang ketat dari Asia.
Terlebih isu tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina menimbulkan kekhawatiran bahwa Eropa akan mengalihkan pemakaian sumber gas alam ke energi fosil tersebut.
 BACA JUGA:Penuhi DMO, PLN Kembali Dapat Pasokan Batu Bara
Rusia sebagai pemasok 35% persediaan gas Eropa ditakutkan membatasi produksinya menyusul ketegangan politik yang sempat memanas dalam beberapa hari terakhir.
Ketika harga gas naik, maka perusahaan di Eropa kemungkinan akan cenderung beralih ke batubara, di tengah upaya mereka menggencarkan pemakaian energi baru terbarukan (EBT).
Baru-baru ini, Uni Eropa berencana akan memberi label gas dan nuklir sebagai energi hijau yang berkelanjutan.
Namun, aksi ini mendapat pertentangan dari sejumlah negara seperti Austria, Denmark, Swedia dan Belanda, sebagaimana diwartakan Reuters, Kamis (3/2/2022).
Keempat negara ini mendesak Uni Eropa tidak melanjutkan rencana itu.
Investasi gas dinilai tidak layak mendapat label energi hijau kecuali mengeluarkan kurang dari 100 gram karbon dioksida per kWh.