JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat bahwa inflasi Indonesia mengalami peningkatan, namun masih relatif moderat. Tekanan harga komoditas dunia sebagian besar diserap oleh APBN sehingga transmisi ke domestik terbatas.
Dia menyebutkan, perang di Ukraina menjadi faktor utama yang mendorong perlambatan pertumbuhan tahun ini lebih tajam dibandingkan dari perkiraan sebelumnya. Sementara inflasi diperkirakan lebih tinggi dan lebih persisten baik di kelompok negara maju maupun berkembang.
Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Inflasi, Pengusaha Tambah Produksi
"Kenaikan harga komoditas dan potensi memburuknya disrupsi supply global akibat perang, termasuk kebijakan pelarangan ekspor bahan pangan, menjadi faktor utama kenaikan inflasi," ujar Sri dalam Raker dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa(31/5/2022).
Dia mengatakan, meski inflasi Indonesia tetap terjaga di level 3,5%, namun komponen inflasi seperti inflasi inti yang cenderung meningkat, diikuti oleh volatile food karena harga-harga bahan makanan juga administered price, meskipun sebelumnya pemerintah sudah meminta persetujuan Badan Anggaran DPR RI untuk menaikkan subsidi dan kompensasi agar administered price khususnya di bidang energi tidak mengalami lonjakan ekstrim akibat kenaikan harga-harga energi dunia.
Baca Juga: BI Sebut Kebijakan Suku Bunga Jadi Jalan Terakhir jika Inflasi Meroket
"Inflasi Indonesia ini dibandingkan dengan banyak negara di dunia jauh lebih rendah, tentu ada cost-nya atau biayanya, yaitu biaya subsidi dan kompensasi yang melonjak tinggi. Negara-negara emerging inflasinya berada di kisaran 7% bahkan hingga double digit seperti Brazil di 12% dan negara yang sedang menghadapi krisis seperti Argentina dan Turki bahkan inflasinya masing-masing mencapai 70% dan 58%," ungkap Sri.