JAKARTA - Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra mengaku lelah dengan tahap-tahap restrukturisasi utang perusahaan senilai Rp139 triliun. Proses ini ditempuh melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Irfan mengatakan restrukturisasi utang Garuda Indonesia merupakan proses pengajuan perdamaian yang paling kompleks, lantaran melibatkan banyak pihak. Tercatat, kreditur Garuda mencapai 800 entitas. Jumlah tersebut terdiri atas lessor hingga vendor baik lokal dan global
"Ini harus diakui restrukturisasi yang kompleks. Kita kan lelah karena ini melelahkan," ungkap Irfan kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (16/6/2022).
Baca Juga:Â Voting PKPU Garuda Besok, Dirut: Saya Melihat Positif
Adapun Kementerian BUMN selaku pemegang saham telah menetapkan opsi in court atau melalui pengadilan sebagai opsi utama restrukturisasi utang emiten dengan kode saham GIAA itu. Adapun jumlah utang Garuda hingga kuartal III-2021 mencapai USD9,8 miliar setara Rp139 triliun.
Opsi in court tetap diputuskan melalui Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Hingga memasuki kuartal II-2022 Garuda telah melewati sejumlah tahapan PKPU.
Baca Juga:Â BPK Minta Dana Talangan Garuda Indonesia Rp7,5 Triliun Dikembalikan
Saat ini emiten masuk dalam tahapan pemungutan suara atau voting yang dijadwalkan pada Jumat (17/6/2022). Proses ini menjadi penentu kesepakatan perdamaian (homologasi) antara Garuda dan kreditur.
Irfan mengklaim pihaknya telah memperoleh 50+1 dari total jumlah kreditur (headcount). Artinya mayoritas lessor, vendor, dan kreditur telah menyepakati proposal restrukturisasi atau perdamaian yang diajukan maskapai penerbangan pelat merah ini melalui negosiasi insentif.
Namun, kesepakatan perdamaian secara riil dari lessor, vendor, hingga kreditur tetap ditentukan dalam voting PKPU di Pengadilan Jakarta Pusat.