JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok mencapai 12% untuk 2022. Kebijakan itu diterapkan berbarengan dengan simplifikasi struktur tarif cukai rokok dari sebelumnya 10 layer menjadi 8 layer yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192 Tahun 2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga akan melanjutkan kebijakan simplifikasi hingga menjadi 5 layer. Salah satu aspek yang ditekankan, yaitu golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) serta Sigaret Putih Mesin (SPM), penyatuan Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan 1A dan 1 B dan penurunan batas kuota dari 3 juta batang ke 2 juta batang.
Baca Juga:Â Berantas Peredaran Rokok Ilegal, Bea Cukai Gelar Operasi Pasar
Ketua Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar mengungkapkan, pihaknya menolak rencana pemerintah dari simplifikasi tersebut. Sebab, kebijakan itu akan mencekik para pelaku industri tembakau kecil dalam melanjutkan usahanya.
"Pasti nanti dampaknya akan terjadi banyaknya perusahaan rokok yang kelimpungan. Sekarang beda dari tarif cukai antara golongan 1A dengan 1B itu cukup signifikan. Artinya, di situ kalau digabung jadi satu yang golongan 1B akan naik tarifnya menuju golongan 1A. Apalagi kalau golongan 1A dinaikkan berarti kan naiknya dua kali," kata Sulami, Jumat (15/7/2022).
Menurut Sulami, akibat dari adanya penerapan PMK Nomor 192 Tahun 2021 masih amat berat dirasakan oleh pelaku industri tembakau menengah ke bawah. Karena regulasi itu membuat produksi rokok menurun.
Baca Juga:Â Produksi Meningkat, Sri Mulyani Kenakan Tarif Cukai Rokok Kemenyan
"(PMK Nomor 192 Tahun 2021) Itu kenaikan tarif cukai 12%. Nah, dampaknya untuk industri mengalami penurunan produksi karena harganya luar biasa," ujarnya.
Dia menyebut, yang dibuat menderita oleh pemerintah dari PMK Nomor 192 Tahun 2021 tak hanya pengusaha, melainkan juga para petani tembakau.
"Sedangkan petani otomatis penyerapannya berkurang. Akibatnya, pendapatan berkurang. Jadi kalau sudah kayak begitu pendapatan negara juga berkurang. Ujung-ujungnya, nanti rokok ilegal yang semakin marak, pasti larinya ke sana," ujarnya.
Baca Juga: Hindari Masalah Kesehatan yang Mungkin Timbul Setelah Penerbangan Jarak Jauh
Baca Juga: BuddyKu Fest: Challenges in Journalist and Work Life Balance Workshop
Follow Berita Okezone di Google News