JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatatkan kinerja impresif, di tengah perekonomian dunia yang terkoreksi ke bawah. Pada kuartal III-2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,7%.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2022 telah melebihi pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi, atau 2019. Ekonomi Indonesia di triwulan III mencatatkan pertumbuhan impresif, yaitu 5,72%, atau 1,81% secara quarter-to-quarter(qtq), atau secara kumulatif 5,4%," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (7/11/2022).
Baca Juga:Â Penopang Pertumbuhan Ekonomi RI, Semua Lapangan Usaha Positif Kecuali Kesehatan
Dia mengatakan, dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sangat solid sebesar 5,39%, didukung oleh investasi atau PMTB sebesar 4,96%. Dari sisi sektoral, transportasi pergudangan akibat digitalisasi meningkat pertumbuhannya menjadi 25,81%, akomodasi dan makan minum sebesar 17,83% seiring dengan pulihnya mobilitas masyarakat akibat penanganan pandemi yang baik dan terkendali.
"Secara spasial, pertumbuhan menguat. Kita lihat dari beberapa daerah menunjukkan kinerja positif, hampir seluruh provinsi lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, dan dari segi keseluruhan, Jawa masih 56,3%, wilayah Timur juga kinerjanya impresif, Sulawesi pertumbuhannya 8,24%, demikian pula secara year-on-year (yoy) Maluku dan Papua pertumbuhannya juga impresif," jelas Airlangga.
Baca Juga:Â Ekonomi RI Tumbuh 5,72%, BPS: Ini Tanda Pemulihan Terus Berlanjut dan Menguat
Oleh karena itu, sebut dia, neraca perdagangan juga terpantau masih positif. Kendati demikian, tantangan-tantangan ke depan masih harus diwaspadai, seperti penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan global. Di bulan September lalu, pertumbuhan neraca perdagangan surplus USD4,99 miliar, atau surplus 29 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
"Januari-September 2022 ini total surplus USD39,87 miliar. Ekspor impor Indonesia yang tumbuh impresif sepanjang 2022 juga didukung oleh peningkatan harga komoditas ekspor, terutama pada ekspor utama kita seperti batu bara, CPO, dan besi baja. Namun kenaikan harga tersebut dapat berakhir bila komoditas kembali pada kondisi normal, karena volume daripada ekspor cenderung tetap," ungkap Airlangga.
Baca Juga: BuddyKu Fest: 'How To Get Your First 10k Follower'
Follow Berita Okezone di Google News