JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan pandemi Covid-19 benar-benar mengubah kebijakan fiskal Indonesia. Terbukti pembahasan fiskal itu tidak hanya sekali.
"Di tempat kantor Menko kita bicara mengkalibrasi berapa defisitnya, di sidang kabinet ya berapa harus meningkat, saya ingat pak Menko waktu itu, Amerika Serikat saja 10% dari GDP defisitnya, waduh kita khawatir," ujar Sri dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Transisi Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
APBN sebelum pandemi di 2020 awalnya didesain defisitnya hanya di 1,76% dari GDP, atau setara Rp307,2 triliun. Kebutuhan pembiayaan 2020 di angka Rp741,8 triliun.
"Namun, begitu terpukul pandemi, pemerintah menerapkan UU nomor 2 dan Perpu Nomor 1, dimana defisit boleh naik, kita lihat disini, pertama Perpres No. 54/2020 keluar revisi sekitar Juni, itu 5,07% defisitnya, melonjak dari yang tadinya 1,76%, naiknya lebih dari Rp500 triliun menjadi Rp852,9 triliun," ungkap Sri.
Tak hanya itu saja, kebutuhan pembiayaan pun ikut melonjak menjadi Rp1.439,8 triliun, dua kali lipat. Namun, ternyata nominal ini masih saja kurang.
"Di bulan Agustus 2020, kita ubah lagi ke Perpres No. 72/2020, defisitnya melonjak lagi ke 6,34%, dengan nominal Rp1.039,2 triliun. Jadi naiknya hampir 2,5 kali lipat, dan kebutuhan pembiayaan mencapai Rp1.645,3 triliun," tambah Sri.
Follow Berita Okezone di Google News