JAKARTA - Harga minyak akhirnya balik menguat di akhir perdagangan Senin. Hal ini menjadi pemulihan setelah beberapa waktu lalu mengalami kerugian besar.
Pasar sebelumnya mengkhawatirkan risiko di sektor perbankan global yang dapat memicu resesi dan melemahkan permintaan bahan bakar.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April terangkat 90 sen atau 1,35% menjadi USD67,64 per barel menjelang berakhirnya kontrak di New York Mercantile Exchange. Kontrak berjangka Mei yang lebih aktif diperdagangkan naik 89 sen atau 1,3% menjadi 67,82 per barel.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei bertambah 82 sen atau 1,12% menjadi USD73,79 per barel di London ICE Futures Exchange.
Harga minyak rebound didukung juga menguatnya pasar saham, Wall Street. Semula Brent dan WTI turun sekitar USD3 per barel ke level terendah sejak Desember 2021, dengan WTI sempat tenggelam di bawah USD65 per barel.
"Ada banyak pergerakan berbasis rasa takut (dalam harga minyak). Kami tidak bergerak sama sekali pada fundamental penawaran dan permintaan, kami hanya bergerak pada masalah perbankan," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn, dikutip dari Antara, Selasa (21/3/2023).
Penurunan awal minyak terjadi meskipun ada kesepakatan bersejarah dimana UBS, bank terbesar Swiss, setuju untuk membeli Credit Suisse dalam upaya menyelamatkan bank terbesar kedua di negara itu.
Setelah kesepakatan diumumkan, Federal Reserve AS, Bank Sentral Eropa, dan bank-bank sentral utama lainnya berjanji untuk meningkatkan likuiditas pasar dan mendukung bank lain.
S&P 500 dan Dow Jones naik membantu mengangkat harga minyak dari posisi terendah sesi karena taruhan Fed mungkin akan menghentikan kenaikan suku bunga pada Rabu (22/3/2023) untuk memastikan masalah sektor bank tidak semakin besar. Para pedagang dan ekonom tetap terpecah mengenai apakah Fed akan menaikkan suku bunga acuannya.
Follow Berita Okezone di Google News