JAKARTA - Bursa saham AS, Wall Street pekan depan dibayangi data inflasi Amerika Serikat (AS). Investor pun menyoroti data tersebut karena berkaitan dengan suku bunga The Fed.
Apalagi sebelumnya terjadi krisis perbankan, di mana investor semakin yakin bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga di paruh kedua untuk menangkal penurunan ekonomi.
Prediksi ini pun mendorong imbal hasil obligasi lebih rendah, mendukung saham teknologi dan pertumbuhan raksasa yang memegang kendali atas indeks ekuitas yang luas. S&P 500 (.SPX) telah naik 6,9% sejauh ini di tahun 2023.
Tetapi prospek suku bunga Bank Sentral yang lebih ketat membuat biaya pinjaman tetap berada di sekitar level saat ini hingga tahun 2023.
"Jika (CPI) menjadi panas, investor akan mulai menetapkan harga suku bunga lebih dekat ke Fed dan kemungkinan menekan harga aset," kata Ahli Strategi Investasi Bank Wealth Management AS, Tom Hainlin, dilansir dari Reuters, Sabtu (7/4/2023).
Bank Wealth Management AS merekomendasikan ekuitas yang sedikit underweight. Memperkirakan kenaikan suku bunga akan memukul pengeluaran konsumen dan keuntungan perusahaan.
Data ketenagakerjaan AS untuk bulan Maret yang dirilis Jumat (7/4/2023), menunjukkan tanda-tanda pengetatan pasar tenaga kerja yang terus-menerus yang dapat mendorong Fed untuk menaikkan suku lagi bulan depan.
Kekhawatiran resesi pun meningkat, di mana investor bertaruh kekacauan dalam sistem perbankan yang dipicu oleh jatuhnya Silicon Valley Bank pada bulan Maret akan memperketat persyaratan kredit dan menghambat pertumbuhan.
Di pasar obligasi, indikator resesi yang disukai Fed jatuh ke posisi terendah baru dalam seminggu terakhir, memperkuat kasus bagi mereka yang yakin bank sentral akan segera menurunkan suku bunga. Langkah tersebut membandingkan kurs tersirat saat ini pada tagihan Treasury 18 bulan dari sekarang dengan hasil saat ini pada tagihan Treasury tiga bulan.