JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyoroti artikel dari Economist yang bertajuk Western Firms are Becoming More Interested in a Soviet Medicine. Menurut Sri Mulyani judul ini sangat provokatif.
"Weekend ini saya baca majalah Economist, dan saya lihat karena saya mau forward ke pak Menkes Budi, dia judulnya sangat provokatif," ujar Sri dalam Launching Beasiswa Fellowship Dokter Spesialis Dalam dan Luar Negeri secara virtual di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Memang saat ini, perbincangan tentang geopolitik masih cukup panas. Namun, hal ini ternyata bukan masalah geopolitik. Berdasarkan artikel Economist itu, sesudah dunia menemukan Penicillin sebagai antibiotik, maka kemudian teknologi dan produksi antibiotik begitu sangat banyak, dan penggunaannya begitu banyak. Sehingga muncul masalah baru, yaitu resistensi terhadap antibiotik.
Dari situ, maka muncul yang namanya Phage Therapy. Ketika orang sakit karena mereka sudah tidak bisa lagi diobati dengan antibiotik, mereka kemudian harus diobati dengan cara yang lain, yaitu membangun atau menggunakan virus yang kemudian dikembangkan untuk bisa membunuh bakteri tersebut.
"Aku nggak ngerti masalah teknologi kesehatan, tapi kira-kira kalau dulu ada bakteri, dibunuhnya pakai antibiotik, yaitu obat-obat kimia yang diramu untuk bisa mematikan dia, dan dia sekarang bakterinya sama seperti manusia, makin pintar mengerti bagaimana dia bisa bertahan terhadap berbagai macam serangan antibiotik, maka yang harus membunuh bakteri ini adalah virus yang dikembangkan," ungkap Sri.
Pada saat membaca artikel tersebut, dia teringat di saat pandemi selama 3 tahun ini, Indonesia sudah menghabiskan anggaran luar biasa.
"Saya berharap, teman-teman semua di ekosistem kesehatan belajar banyak, jangan sampai fenomena yang sungguh luar biasa itu lewat begitu saja. Hanya kemudian tercatat di dalam APBN saya bahwa tahun 2020 saya menaikkan anggaran Rp170 triliun menjadi Rp300 triliun, kemudian 2021 jadi Rp500 triliun, menjadi hanya angka anggaran, tapi substansinya saya harap bisa di-capture," pungkas Sri.
(Taufik Fajar)