"Jumlah kasusnya memang tidak sebanyak pelecehan verbal seperti siulan, rayuan, atau ejekan terhadap tubuh. Karena praktik itu (ajakan kencan) berisiko dan pelaku menarget korban," jelas Ika.
Ika meyakini kasus seperti ini tidak hanya terjadi di pabrik garmen namun di banyak perusahaan lain.
Sebab kasus pelecehan atau kekerasan seksual muncul karena ketimpangan relasi kuasa. Bukan diakibatkan pakaian ataupun sektor perusahaannya.
Kepala Divisi Anak dan Perempuan DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN), Sumiyati pun sependapat dengan hal tersebut.
Dirinya bahkan khawatir dengan adanya UU Cipta Kerja yang tak lagi membatasi periode kontrak membuat buruh makin rentan diperdaya.
"Sekarang itu kalau mau kerja atau perpanjang kontrak sampai ada yang harus bayar loh. Tapi hal begini kan tidak terungkap," imbuh Sumiyati.
Sumiyati juga mensinyalir praktik ajakan 'staycation' sebagai syarat memperpanjang kontrak di perusahaan yang diduga ada di Cikarang sudah berlangsung lama.
Itu sebabnya Sumiyati dan Ika mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengimplementasikan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual di dunia kerja.
Menurut mereka, mekanisme pengaduan soal pelecehan dan kekerasan seksual di pabrik tidak melindungi korban.
Selain itu, pedoman pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja yang dikeluarkan Kemnaker pada 2011, kata Ika, tidak tersosialisasikan dengan baik.
(Feby Novalius)