JAKARTA — Korea Utara (Korut) dilanda krisis pangan yang menyebabkan terjadinya kelaparan ekstrim. Bahkan, banyak warga Korut yang ditemukan meninggal dunia diduga akibat kelaparan.
Dilansir BBC, Minggu (18/6/2023), krisis pangan ini diduga dimulai terjadi pada Januari 2020 dimana pemerintah Korut menerapkan kebijakan pembatasan dengan menutup perbatasan sebagai respons atas Pandemi Covid-19.
Namun, kebijakan pembatasan ini menyebabkan banyak komoditas makanan dan barang kesulitan untuk memasuki negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un tersebut.
Saat itu, pemerintah Korut menghentikan impor biji-bijian dari China, serta pupuk dan mesin yang dibutuhkan untuk bercocok tanam.
Padahal, Korut merupakan negara yang belum memiliki ketahanan pangan dimana negara itu belum mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi 26 juta penduduknya.
Seorang wanita yang tinggal di ibu kota Korut, Pyongyang menyampaikan jika ada sebuah keluarga yang terdiri dari tiga orang mati kelaparan di rumah.
"Kami mengetuk pintu mereka untuk memberi mereka air, tapi tidak ada yang menjawab. Ketika pihak berwenang masuk ke dalam, mereka menemukan mereka tewas," kata Ji Yeon (nama samaran) kepada BBC, dilansir Minggu (18/6/2023).
Dari Pyongyang, Ji Yeon memberi tahu bahwa dia pernah mendengar tentang orang-orang yang memilih untuk bunuh diri di rumah atau menghilang ke pegunungan untuk mati, karena mereka tidak bisa lagi mencari nafkah.
Senada, pekerja konstruksi yang tinggal di dekat perbatasan Cina dengan nama samaran Chan Ho, memberi tahu persediaan makanan sangat rendah sehingga lima orang di desanya telah meninggal karena kelaparan.
"Awalnya, saya takut mati karena Covid, tetapi kemudian saya mulai khawatir mati kelaparan," katanya.
Pemimpin Korut, Kim Jong Un telah mengisyaratkan keseriusan situasi krisis pangan yang terjadi sambil melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi pertanian.
Meskipun demikian, Kim Jong Un tetap memprioritaskan pendanaan program senjata nuklir daripada menyelesaikan permasalahan pangan.
Adapun anggaran untuk menguji senjata nuklirnya diperkiraan mencapai lebih dari USD500 juta atau setara Rp7,48 miliar (asumsi kurs Rp14.961). Dana ini lebih dari dari jumlah yang dibutuhkan untuk menebus kekurangan biji-bijian tahunan Korea Utara.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)