JAKARTA - Salah satu nasabah pinjaman online Rifal mengaku mendapat teror dari penagih utang yang terafiliasi dengan aplikasi AdaKami. Bahkan perlakuan penagih tersebut sangat kurang pantas.
"Saya dibilang anak haram, orangtua dimaki dengan kasar," ujar Rifal, dikutip dari BBC Indonesia, Jumat (22/9/2023).
Dia mengakui beberapa kali meminjam uang yang nominalnya kecil sekitar Rp2 juta sampai terbesar Rp7 juta.
Di Februari 2023, Rifal meminjam Rp2 juta. Pinjaman tersebut berhasil dilunasi tepat waktu.
Kemudian jelang hari raya Idul Fitri, dirinya kembali meminjam Rp7 juta untuk keperluan sehari-hari dan mengirim sebagian ke orangtua di Sumatra Utara.
Waktu meminjam, Rifal berkata tak membaca secara detail syarat dan ketentuan pinjaman karena terlalu panjang. Tapi dia tahu ada syarat soal bunga dan biaya layanan dalam skema pembayaran.
Hanya saja tak disangka total tagihan yang harus dikembalikan dari pinjaman Rp7 juta itu hampir dua kali lipat.
"Total tagihan Rp14 juta, jadi bunganya hampir 100%. Itu saya kaget, kok segini?" ungkap Rifal.
"Bahkan cicilan per bulan itu, melebihi gaji saya," sambungnya.
Rifal pun harus mencicil utang tersebut sebanyak enam kali. Cicilan pertama beres, Tapi cicilan kedua tak terbayar karena tak ada uang.
Sejak itu, teror dari penagih utang atau debt collector dimulai. Dia dikirimi pesan yang isinya ancaman bahwa data pribadinya akan disebar. Begitu pula dengan akun media sosialnya.
Bahkan temannya ada yang sudah diteror.
"Kata-kata penagih utang itu kasar banget, saya dibilang anak haram, orangtua saya dimaki dengan kasar," ujarnya.
"Saya bahkan dikirimin 100 lebih pesan di WhasApp dari debt collector setiap hari. WhatsApp saya sampai penuh pakai kata-kata makian. Mereka juga kirim foto yang ngakunya dalam perjalanan ke rumah orang tua saya," ujarnya.
Semua teror itu berlangsung selama tiga bulan, tanpa jeda sehingga membuatnya kalut.
Setiap hari yang dirasakan ketakutan kalau-kalau didatangi ke kantor dan membuat keributan.
"Pernah saya sampai berhari-hari enggak makan karena bingung, down rasanya," ujarnya.
Rifal berkata sebelum meminjam ke AdaKami, dia pernah pinjam uang di dua pinjol berbeda. Tapi dua aplikasi itu bunganya tak sampai 100% seperti AdaKami.
Selain itu, cara menagihnya juga terbilang sopan.
Namun demikian, Rifal mengatakan tetap ingin melunasi utangnya di AdaKami, hanya saja syarat yang diminta terlalu berat.
Sebab dia harus membayar pokok pinjaman secara tunai alias tak boleh dicicil.
Yang pasti sejak kejadian terakhir, dia mengaku kapok meminjam ke pinjol.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) AdaKami, Bernardino Moningka Vega mengklaim DC yang dipekerjakan baik dari internal maupun dari pihak eksternal wajib sudah mendapatkan sertifikasi sesuai dengan apa yang disyaratkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
"Setiap DC kita harus tersertifikasi, kalau ada yang melamar dikasih waktu sebulan untuk disertifikasikan, ditraining terus," bebernya.
Dia mengungkapkan ada sekitar 400 lebih DC yang dipekerjakan untuk melakukan penagihan kepada debitur dan 90% merupakan DC internal.
"AdaKami ada 400 sekian DC, kita melakukan collection internal 90-80% dilakukan DC kita," kata pria yang akrab disapa Dino.
Dia juga menegaskan bahwa dari 400 DC tersebut, perusahaan tidak pernah memerintahkan untuk melakukan penagihan langsung ke lapangan.
"AdaKami enggak pernah ada field DC, jadi collection di telepon, jadi bila mana ada yang datangin ke rumah, itu enggak ada, kami hanya lewat telepon," tegasnya.
(Feby Novalius)