JAKARTA- Pasti banyak yang penasaran berapa gaji CEO Starbucks? Perusahaan kopi yang mendukung Israel dan kini ramai dibahas publik di seluruh dunia.
Diketahui perusahaan Starbucks mengangkat Laxman Narasimhan sebagai CEO baru sejak 1 September 2022. Dia menggantikan pendiri perusahaan dan mantan CEO Starbucks sebelumnya, Howard Schultz.
Mengapa Harga Kopi Starbucks Mahal? Ternyata Ini Alasannya
Laxman Narasimhan memiliki pengalaman puluhan tahun dalam memimpin dan membangun industri konsumerisme global. Dia punya keahlian operasional dan transformasional yang mumpuni.
Hal ini berkat memiliki pengalaman di perusahaan besar seperti PepsiCo dan Reckitt. Dia pernah menjabat sebagai Chief Executive Officer di Reckitt, sebuah perusahaan multinasional Reckitt Benckiser Group, yang membuat brand termasuk Lysol dan Durex.
Dilansir dari laman Business Insider, Jumat (3/11/2023), pihak Starbucks menawarkan bahwa Laxman mendapatkan gaji pokok dan bonus tunai. Selain itu dia juga berhak mendapatkan penghargaan ekuitas tahunan dengan target nilai USD 13,6 juta.
Narasimhan, yang baru mengenal industri kopi, bergabung di tengah gerakan serikat pekerja besar-besaran di Starbucks.
Menurut Komisi Sekuritas dan Bursa mulai, Narasimhan akan mulai dengan gaji pokok USD1,3 juta per tahun.
Dia juga akan mendapat peluang insentif tunai tahunan dengan target 200% dari gaji pokoknya atau USD2,6 juta, dan pembayaran maksimum 400% dari gaji pokoknya, atau USD5,2 juta.
Selain itu, saat memulai pekerjaannya, Narasimhan juga akan menerima bonus penandatanganan tunai sebesar USD1,6 juta serta hibah ekuitas pengganti dengan nilai target USD 9,25 juta, yang terdiri dari unit saham terbatas berbasis kinerja dan berbasis waktu.
Jadi secara total, paket gaji yang didapat oleh Laxman Narasimhan bisa mencapai lebih dari USD28 juta sebagai CEO Starbucks.
Narasimhan diharuskan untuk pindah ke Seattle demi mendapatkan pekerjaan itu, dan sebagian biayanya juga akan diganti. Jaringan kopi tersebut juga menulis dalam pengajuan bahwa Narasimhan akan dapat menggunakan pesawat perusahaan untuk perjalanan bisnis.
Terkait isu pendanaan kepada Israel, Starbucks menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengirimkan sebagian keuntungan kepada pemerintah dan/atau tentara Israel.
Starbucks juga menyatakan bahwa pihaknya mengakhiri kemitraan di Israel pada 2003 lalu karena tantangan operasional, bukan berdasarkan masalah politik. Menurut manajemen, seluruh keputusan bisnis tidak pernah berdasarkan isu politik.
(Hafid Fuad)