JAKARTA - Para pelaku UMKM Indonesia memiliki peluang menembus pasar ekspor. Namun pelaku UMKM harus menyiapkan strategi sebelum memasarkan produknya di pasar ekspor global.
Langkah awal, untuk bisa melihat potensi bisnis ekspor produk UMKM, pelaku usaha membutuhkan etika komunikasi bisnis. Etika komunikasi bisnis merupakan step awal sebuah UMKM dam berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk menghadapi tantangan ekspor.
Konsultan Komunikasi REQComm Retno Kusumastuti menilai, etika dalam komunikasi bisnis bertujuan agar komunikasi yang terjalin dalam konteks bisnis menjadi jujur, adil dan bertanggungjawab. Sehingga tidak ada langkah yang mengarah ke hal negatif khususnya dalam mencermati kebutuhan konsumen terhadap produk-produk di pasar global.
"Selain itu yang dibutuhkan adalah prinsip dasar dalam etika bisnis, pertama adalah kejujuran, karena menyembunyikan fakta dan memberikan informasi yang menyesatkan akan merusak reputasi perusahaan," kata Retno dalam webinar 'Strategi Memulai Bisnis Ekspor from Zero to Hero' yang diselenggarakan oleh REQSpace dan REQComm, Sabtu (12/2/2023).
Kemudian kerahasiaan, menurutnya pelanggaran privasi akan berujung pada sanksi hukum. Misalnya menjual data base para pelanggan.
"Lalu keadilan, komunikasinya harus setara ketika berhadapan dengan mitra bisnis, pelanggan semuanya harus kita perlakukan setara. Tanggungjawab sosial, etika komunikasi bisnis itu melibatkan cara perusahaan berkomunikasi mengenai dampak lingkungan, kesejahteraan sosial, dan masalah etis lainnya," kata dia.
"Kesimpulannya, komunikasi bisnis adalah pondasi untuk menjalankan bisnis yang sukses, tadi seperti negosiasi. Bagaimana melakukan negosiasi, tentu saja membutuhkan jam terbang, sehingga jika tidak dia sah maka tidak akan mahir," katanya.
Senada Konsultan Digital Bisnis Tuhu Nugraha mengungkap terkait dengan bagaimana media sosial dan digital membantu UMKM Indonesia untuk melakukan ekspor. Menurutnya, yang harus dilakukan pertama adalah mengetahui target audiencenya yang memiliki potensi untuk membeli produk yang dijual.
"Ngapain sih kita mindsetnya harus negara negara mainstream, Eropa, Amerika, Jepang. Padahal tujuan ekspor itu bermacam-macam. Afrika itu butuh produk yang kualitasnya ngga harus terbaik, dan juga soal regulasi pasti mereka ngga repot dan ribet, ngga serepot ketika Anda ingin berjalan ke Eropa yang dibuat ribet untuk melindungi produk lokal mereka," kata Tuhu.
Karena menurutnya, negara-negara tersebut lebih banyak lansianya,sehingga tingkat konsumsi produknya akan lebih rendah. Sementara itu, ia menilai bahaa negara seperti Afrika atau Asia lainnya memiliki penduduk yang masih muda-muda, sehingga kemungkinan pembelian produknya akan lebih banyak.
"Karena saya setuju bahwa setiap produk memiliki segmentnya masing-masing dia ngga harus terbaik, yang penting laku dan murah," kata dia.
Setelah mengetahui siapa target audiencenya, selanjutnya yaitu membuat cerita mengenai produk yang akan dipromosikan semenarik mungkin yang membuat mereka meliriknya.
"Kemudian visualnya yang bagus ini jadi penting bagi produk ekspor, apalagi ngga langsung bertemu dengan pembeli, karena mereka ya lihat dari visualnya, bagaimana mereka mau tertarik kalau visualnya ngga bagus," lanjutnya.
Bahkan di jaman sekarang ini, Tuhu mengatakan bisa membuat desan menggunakan AI atau Artificial Intelligence dengan mudah.
"Jadi sekarang itu tinggal bagaimana kita menciptakan story yang menarik. Memahami produk kemudian dijual dengan pengemasan seperti apa. Kemudian branding, ini harus konsisten. Interaktif dan mengajak berpartisipasi ini menjadi penting, untuk meningkatkan alogaritma," kata Tuhu.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)