JAKARTA - Pemerintah menolak usulan relaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang diajukan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) beberapa waktu lalu. Penolakan itu didasarkan pada pertimbangan dampak inflasi.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey, mengatakan pihaknya telah mengusulkan perlunya relaksasi HET oleh pemerintah, saat harga komoditas, termasuk beras, mengalami kenaikan secara ‘gila-gilaan’ di pasaran. Sayangnya, usulan itu diabaikan otoritas.
Pemerintah, lanjut Roy, memandang pemberlakukan relaksasi hanya akan menciptakan dampak inflasi yang lebih besar, dibandingkan tidak adanya relaksasi HET beberapa komoditas.
“Relaksasi HET sebenarnya kami sudah usulkan ketika harga meningkat, tapi dalam berbagai kesempatan kami dijelaskan atau disampaikan kalau relaksasi HET ini akan menimbulkan inflation effect yang lebih signifikan, ketimbang tidak direlaksasi,” ujar Roy saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2024).
Meski tidak disetujui pemerintah, Roy menilai langkah penyesuaian HET penting dilakukan saat ini lantaran harga beras dan sejumlah komoditas lainnya masih cukup tinggi. Kondisi ini tidak saja terjadi di pasar Tanah Air, namun juga di pasar global.
Dia mencatat, harga beras di negara lain masih melonjak naik. Hal ini diyakini akan berdampak pada harga beras di dalam negeri. Selain itu, Indonesia juga masih membukukan defisit produksi beras karena penundaan masa panen raya.
“Kami berargumen bahwa relaksasi HET itu adalah bagian dari tidak hanya melihat harga di dalam negeri, tapi di luar juga, sebenarnya harga-harga itu uda lebih tinggi. Harga beras misalnya, kan di global terjadi kenaikan juga karena supply chain-nya defisit,” paparnya.
Kendati adanya potensi over inflation, Roy berharap pemerintah kembali menerapkan relaksasi HET. Pelaku usaha, kata dia, berharap relaksasi perlu untuk dikaji, dipelajari, dan diobservasi.
“Tapi kami tetap mengharapkan relaksasi HET itu, walaupun dibilang akan menimbulkan over inflation atau an expected inflation dari yang sekarang ini,” beber Roy.
“Anyhow, ya kita lihat tentunya pemerintah punya alasan untuk melakukan tetap HET, tapi kita pelaku usaha berharap relaksasi itu perlu untuk dikaji, peluru untuk dipelajari, diobservasi karena memang tidak hanya di Indonesia, tapi di global juga sudah naik,” jelas dia.
(Taufik Fajar)