JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo mengatakan industri minuman pada tahun 2024 mematok target pertumbuhan penjualan sekitar 4-5%.
Trioyono menjelaskan 2024 menjadi harapan bagi para pelaku industri minuman untuk kembali reborn atau pulih pasca adanya pandemi covid 19. Hal itu melihat mobilitas masyarakat saat ini sudah berjalan normal.
"Kita bisa melihat pertumbuhan yang konsisten di industri minuman, target kita konservatif diangka 4-5%. kita tentu berharap industri tanah air ini bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Trioyono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Lebih lanjut, Trioyno mengatakan setidaknya ada 2 faktor yang menjadi pendorong untuk mewujudkan target pertumbuhan hingga 5% pada tahun 2024. Seperti adaptasi industri terhadap kebutuhan konsumen, serta dukungan pemerintah melalui kebijakan yang tepat.
Adaptasi terhadap kebutuhan konsumen akan dilakukan para pelaku industri untuk lebih banyak melahirkan produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Misalnya harga produk yang terjangkau, minuman rendah atau zero kalori, dan ramah lingkungan.
"Ada PR dari sisi industri, bagaimana menarik konsumen mau membeli produk kami, dan kami melihat tahun 2024 ini adalah kesempatan untuk reborn, karena covid 19 sudah lewat, movement orang orang sudah bebas, kita bisa berkumpul berwisata dan bepergian membuat kita reborn,"sambung Trioyono.
Selanjutnya, pelaku industri juga masih mengharapkan dukungan pemerintah melalui kebijakan yang tepat. Seperti menjaga daya beli masyarakat, tidak menambah beban industri, dan mengurangi tekanan eksternal industri.
"Kita tentu berharap kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tepat, yang pasti daya beli konsumen tolong di jaga, kalau konsumen tidak punya uang ya berat juga," lanjut Triyono.
Menurutnya, target tersebut disusun setelah melihat setidaknya ada 3 tantangan utama di industri minuman. Pertama krisis geopolitik, termasuk dinamika terkait perang rusia - ukraina, berimbas pada melonjaknya biaya logistik dan mengganggu rantai pasok global.
Kedua kemarau berkepanjangan telah mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku. Sebagai contoh harga gula mengalami kenaikan sebesar 16,48% dari 2022 ke 2023.
Ketiga laju tingkat inflasi komponen harga pangan mencapai 8,47% pada februari 2024, lebih tinggi dari laju inflasi umum yaitu 2,61% (yoy). Sehingga hal ini berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, di mana fokus konsumen tersita oleh kebutuhan primer.
(Taufik Fajar)