JAKARTA - McDonald's rugi besar setelah gerakan boikot di beberapa negara. McDonald's di Israel membuat penjualan waralaba asal AS ini turun, setelah melakukan aksi pemberian makan gratis kepada pasukan Israel saat awal serangan ke Gaza pada Oktober 2023.
McDonald's secara global mencatat bahwa konflik Israel-Gaza berdampak signifikan pada kinerja beberapa pasar luar negeri pada kuartal IV-2023.
Untuk unit yang mencakup di wilayah Timur Tengah, China, dan India pertumbuhan penjualan bahkan hanya 0,7% pada kuartal IV-2024 atau jauh di bawah ekspektasi pasar.
CEO McDonald's Pusat Chris Kempczinski juga menyalahkan adanya sikap dan gerakan tersebut.
"Misinformasi atas reaksi buruk tersebut," katanya, dikutip dari BBC Indonesia, Jumat (12/4/2024).
Oleh karena itu, McDonald's pun siap membeli kembali semua restoran yang ada di Israel. Sebab karena sistem bisnis McDonald's menerapkan waralaba, maka setiap operator di semua negara memiliki izin untuk menjalankan gerai dan mempekerjakan staf seperti di Israel.
Di mana McDonald's Israel melakukan aksi pemberian makan gratis kepada pasukan Israel saat awal serangan ke Gaza pada Oktober 2023. Secara global, perusahaan raksasa makanan cepat saji ini pun langsung mendapat kritik setelah, Omri Padan menawarkan makanan gratis tersebut.
Aksi boikot pun bermunculan setelah negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti Kuwait, Malaysia dan Pakistan mengeluarkan pernyataan menjauhkan diri dari perusahaan tersebut karena apa yang mereka lihat sebagai dukungan terhadap Israel.
Namun Padan bukanlah sosok baru dalam pusaran konflik antara Israel-Palestina. Selama 30 tahun mengoperasikan restoran McDonald's di Israel, pengusaha Israel tersebut memicu sejumlah perselisihan.
Misalnya di 2013, Omri Padan membuat marah gerakan pemukim Israel. Padan menolak seruan untuk membuka cabang jaringan makanan cepat saji McDonald's di pemukiman Ariel, wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Padan mengatakan, perusahaan yang dipimpinnya mempunyai kebijakan untuk tidak memasuki wilayah pendudukan. Saat itu, keputusan tersebut belum dikoordinasikan dengan kantor pusat McDonald's di AS.
Israel telah membangun sekitar 160 permukiman yang menampung sekitar 700.000 orang Yahudi sejak menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur – tanah yang diinginkan Palestina sebagai bagian dari negara masa depan – dalam perang Timur Tengah tahun 1967.
Mayoritas komunitas internasional menganggap pemukiman tersebut ilegal menurut hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.
Padan adalah salah satu pendiri kelompok bernama Peace Now, yang menentang semua permukiman dan memandangnya sebagai hambatan bagi perdamaian.
Peace Now mengatakan Padan kini tidak lagi menjadi anggota kelompok yang didirikan pada tahun 1978 itu.
Seorang pemimpin Dewan Yesha, organisasi yang memayungi para pemukim, mengatakan pada saat itu bahwa McDonald's telah berubah menjadi perusahaan yang memiliki "agenda politik anti-Israel".
Keputusan Alonyal muncul kembali pada 2019 ketika McDonald's memenangkan tender untuk mengelola restoran dan kedai hot dog di Bandara Ben-Gurion, Israel.
Sebagai respons, beberapa surat protes dikirim para pemimpin pemukiman di Tepi Barat yang meminta kementerian keuangan dan transportasi, serta otoritas bandara Israel, untuk memblokir tindakan tersebut.
Protes juga diadakan di luar restoran cepat saji tersebut di Tel Aviv.
Karena merosotnya penjualan, McDonald's untuk mengambil alih kepemilikan cabangnya di Israel telah membuat perusahaan pemegang waralaba (franchise) di Israel, Alonyal, dan CEO-nya Omri Padan menjadi sorotan.
Pada Kamis 4 April 2024, tiba-tiba diumumkan bahwa Alonyal akan menjual kembali waralaba besar tersebut ke raksasa makanan AS. Namun isi dalam kesepakatan itu tidak diungkapkan oleh McDonald's.
(Feby Novalius)