JAKARTA - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di level 5,1% hingga akhir 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua KSSK mengatakan, melihat perkembangan perekonomian yang dipantau dari aktivitas pasar keuangan global tengah tertekan akibat eskalasi konflik di Timur Tengah yang semakin panas.
"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun adalah mencapai 5,1%," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Hasil Rapat KSSK di Gedung BI, Jakarta, Jumat (18/10/2024).
Meskipun masih akan bertengger di level 5,1% dan lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2023 yang sebesar 5,05%, perkiraan pertumbuhan ekonomi itu lebih rendah dari target yang ditetapkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam APBN 2024 sebesar 5,3%.
Tak tercapainya target pertumbuhan ekonomi itu pemerintah pertimbangkan karena eskalasi konflik di Timur Tengah dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi global, khususnya dari sisi perdagangan komoditas minyak mentah yang menjadi sumber energi dunia.
Namun, Menkeu memastikan efek rambatan konflik itu terhadap ekonomi domestik belum ada. Bahkan, Sri Mulyani optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 masih akan mampu tumbuh di atas 5 persen, didukung kuatnya konsumsi rumah tangga, investasi, dan kinerja ekspor Indonesia.
"Untuk 2025 pun masih akan sesuai pembahasan di dalam APBN yang kami perkiraan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen year on year. Masih tetap terjaga," tegas Sri Mulyani.
Sementara untuk nilai tukar rupiah di kuartal ketiga pada Juli hingga September juga menunjukkan suatu perkembangan yang sangat menggembirakan didukung oleh konsistensi kebijakan moneter BI, bauran kebijakan moneter juga tadi terjadinya aliran masuk modal kembali ke dalam negeri.
"Nilai tukar rupiah kita pada akhir September 2024 yaitu akhir kuartal III mengalami penguatan hingga mencapai Rp15.140 per USD. Ini artinya rupiah pada akhir September 2024 mengalami apresiasi atau penguatan 2,08 persen month to month dari bulan sebelumnya. dibandingkan posisi akhir Agustus," jelas Sri Mulyani.
Jika dibandingkan apresiasi atau penguatan rupiah ini, yaitu 2,08 persen secara bulanan, angkanya lebih kuat atau lebih tinggi dibandingkan apresiasi dari beberapa mata uang regional seperti Korean Won yang juga apresiasi di tingkat 2,02 persen, Peso Filipina juga mengalami apresiasi 0,17 persen, dan India Rupee yang mengalami perkuatan 0,1 persen.
"Kinerja dari rupiah yang baik tersebut tentu saja ditopang oleh komitmen Bank Indonesia untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil dari aset-aset keuangan Indonesia yang menarik termasuk SBN kita, dan ini meningkatkan fundamental ekonomi Indonesia yang relatif kuat dengan growth yang positif, relatif tinggi, inflasi rendah sehingga menyebabkan confidence dan aliran modal masuk asing ke dalam negeri yang terjadi dan berlanjut," pungkas Sri Mulyani.
(Feby Novalius)