JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama Kementerian Kehutanan menemukan 4 vila di Puncak Bogor yang dibangun dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas. Keberadaan vila ini pun menjadi salahs atu penyebab terjadinya banjir.
Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Rahma Julianti menjelaskan, vila tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di Bogor dan Jakarta beberapa waktu lalu. Karena seharusnya lahan tersebut memang diperuntuhkan sebagai kawasan hutan yang bisa menyerap air, bukan dibangun aset properti.
Kawasan Hutan Produksi Terbatas sebagaimana tercantum pada Perda RTRW Kabupaten Bogor Nomor 1 Tahun 2024.
"Bersama dengan Kementerian Kehutanan, kami sejauh ini terus berkomitmen untuk memastikan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang, khususnya di Kawasan Puncak," ujarnya, Selasa(11/3/2025).
Selanjutnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Tata Ruang serta Ditjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN akan melakukan penelitian lebih jauh, terutama terkait Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)-nya.
Untuk diketahui, keempat vila yang telah dibongkar merupakan bagian dari 15 vila yang berada di kawasan hulu sungai DAS Ciliwung dan terindikasi melakukan pelanggaran, yang rencananya akan dilakukan penertiban.
Keempat vila tersebut antara lain Vila Forest Hill, Vila Sifor Afrika, Vila Cemara, dan Vlla Pinus yang terletak di kawasan Puncak. Saat ini keempat vila diberikan surat peringatan dan dilakukan pemasangan plang.
Dari sisi Kementerian Kehutanan, Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu mengaku akan melakukan klarifikasi dan penilaian terhadap perizinan pendirian vila tersebut.
"Dalam beberapa waktu ke depan, kegiatan penertiban ini juga akan diperluas hingga meliputi DAS Bekasi dan DAS Cisadane. Hal ini dilakukan dalam rangka upaya mitigasi bencana banjir sebagai imbas pembangunan liar di kawasan hutan," ujarnya.
Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN juga akan terus memberikan sosialisasi sekaligus pembinaan terhadap pengelola dan pengurus lingkungan di lapangan. Hal ini bertujuan agar tindakan penertiban dapat dimaknai secara utuh dan dipahami dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat.
(Feby Novalius)