JAKARTA - Kemacetan parah di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, memberikan kerugian yang berarti bagi pelaku usaha swasta, terutama di sektor ekspor dan impor.
Kemacetan horor tersebut terjadi sejak Kamis (17/4/2025) yang disebabkan oleh kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok.
Ketua Umum DPP Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (ASDEKI) Khairul Mahalli mengaku, kemacetan membuat pelaku usaha mengalami kerugian karena keterlambatan ekspor sejumlah komoditas. Kerugian juga disebabkan oleh pengurus untuk mengeluarkan barang-barang dari dalam pelabuhan.
“Itu kemarin terlambat berangkat ekspor, yang juga pengurusan barang-barang yang dikeluarkan dari pelabuhan dan sebagainya,” ujar Khairul saat dihubungi Okezone, Minggu (20/4/2025).
“Jadi ya sekarang dampaknya bisa ke pelaku usaha, kerugian yang dihadapi pelaku usaha, pelaku usaha, sekarang dibebankan ke siapa?,” paparnya.
Khairul prihatin, kemacetan di Tanjung Priok yang disebabkan oleh kegiatan bongkar muat di pelabuhan yang melebihi kapasitas.
PT Pelindo (Persero) selaku operator pelabuhan pun dinilai tidak profesional. Pasalnya, kapasitas bongkar muat hanya 2.500 per hari dipaksakan menjadi 4.000 - 7.000 per harinya.
“Sebenarnya kan hal ini sudah berlarut-larut, hal ini gak selesai-selesai, Ya selama ini, ya mungkin kecil-kecil lama-lama kan sampai pada puncaknya kejadian kemarin itu ya (macet),” beber dia.
Khairul memandang seyogyanya Pelindo mengikuti standar operasional prosedur (SOP) bongkar kuat. Dengan SOP perusahaan merencanakan kapan barang harus dikeluarkan dan kapan harus masuk.
Apalagi aturannya juga terintegrasi dengan ekosistem logistik nasional (NLE). Dimana, NLE ekosistem menjadi logistik yang mengintegrasikan seluruh proses logistik di Indonesia, mulai dari kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang.
“Ketidak profesionalan, semua kan ada SOP-nya mas, ya semuanya kan ada SOP-nya, sekarang kan antara yang masuk dan keluar itu kan semua punya perencanaan,” ucapnya.
“Kan punya perencanaan kapal yang akan masuk, kalau udah tau kan itu punya jadwal antrian kan mas, sekarang kan tinggal percepatan mas, alatnya ada, semuanya ada, sistemnya ada semua. Sekarang kembali ke sumber daya manusianya kan mas,” lanjut Khairul.
(Taufik Fajar)