Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Perang Dagang Makin Panas, Bagaimana Nasib Harga Bitcoin?

Alifya Amari Poetry , Jurnalis-Minggu, 20 April 2025 |19:38 WIB
Perang Dagang Makin Panas, Bagaimana Nasib Harga Bitcoin?
Harga Bitcoin (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Harga Bitcoin menunjukkan kestabilan dalam kisaran USD84.000 hingga USD86.000 atau setara Rp1,44 miliar pada pertengahan April 2025.

Meskipun tidak mengalami kenaikan signifikan, tren ini mencerminkan ketahanan Bitcoin di tengah ketidakpastian ekonomi global dan meningkatnya tensi geopolitik imbas perang dagang yang kian memanas.

Berdasarkan data CoinGecko, Bitcoin mengalami kenaikan tipis sebesar 1% dalam 24 jam terakhir, sementara kapitalisasi pasar sekitar $2,778,957,637,781 dengan volume perdagangan sebesar $46,715,872,147, pada saat berita ini ditulis. 

Stagnasi ini mencerminkan sikap hati-hati investor terhadap kemungkinan resesi di Amerika Serikat serta ketegangan perang dagang global.

1. Pendorong Sentimen Pasar

Salah satu faktor pendorong sentimen pasar adalah laporan bahwa pemerintahan Donald Trump tengah mempertimbangkan pembelian Bitcoin menggunakan pendapatan dari tarif
perdagangan. Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi diversifikasi cadangan nasional AS.

Di sisi lain, sentimen pasar juga terangkat oleh masuknya modal baru ke dalam ETF Bitcoin spot. Laporan terbaru mencatat bahwa pada 14 April 2025, ETF ini mencatatkan arus masuk sebesar USD1,47 juta, setelah tujuh hari berturut-turut mengalami arus keluar.

CEO Indodax Oscar Darmawan mengomentari dinamika yang saat ini membentuk harga Bitcoin. Dia menilai bahwa volatilitas harga dalam beberapa hari terakhir, terutama saat Bitcoin sempat menyentuh USD86.000 sebelum kembali terkoreksi di bawah USD84.000, merupakan respons pasar terhadap dinamika kebijakan perdagangan global dan minimnya likuiditas di akhir pekan.

 

"Kenaikan singkat ke level USD86.000 beberapa waktu lalu dipicu oleh reaksi pasar terhadap kabar pengecualian tarif yang memberikan nafas segar sementara. Namun, faktor likuiditas yang rendah di akhir pekan dan belum adanya kejelasan arah kebijakan perdagangan AS membuat pasar kembali ragu, sehingga harga terkoreksi secara alami ke bawah USD84.000," kata Oscar dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (20/4/2025).

2. Pemerintah AS Pertimbangkan Akumulasi Bitcoin

Oscar juga menggarisbawahi bahwa adopsi institusional, seperti lewat ETF dan potensi kebijakan pemerintah AS, menunjukkan bahwa kripto kini masuk dalam perhitungan serius para pengambil kebijakan. 

“Narasi bahwa Bitcoin adalah alat spekulatif perlahan mulai tergantikan dengan posisi Bitcoin sebagai penyimpan nilai dan pelindung kekayaan jangka panjang,” ujarnya.

Menurutnya, jika pemerintah besar seperti Amerika Serikat secara terbuka mempertimbangkan akumulasi Bitcoin, maka kepercayaan terhadap teknologi blockchain dan aset digital akan meningkat signifikan, bukan hanya dari investor ritel tetapi juga dari lembaga keuangan dan negara-negara lain.

Di sisi lain, Oscar juga menilai bahwa potensi gangguan makroekonomi seperti konflik dagang atau resesi tetap harus diwaspadai. “Bitcoin memang bisa menjadi alternatif investasi yang sudah teruji, tetapi investor harus tetap disiplin dalam manajemen risiko. Jangan berinvestasi karena euforia sesaat,” tegasnya.

3. Strategi Investasi Jangka Panjang

Oscar juga menyarankan penggunaan strategi investasi jangka panjang seperti Dollar-Cost Averaging (DCA), mengingat harga Bitcoin saat ini berada pada titik konsolidasi. 

“DCA adalah strategi yang bisa mengurangi tekanan emosional dalam menghadapi volatilitas pasar, apalagi saat situasi ekonomi global belum stabil,” tambahnya.

(Taufik Fajar)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement