Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Tunggu Kepastian Tarif Trump, Industri Manufaktur RI Pilih Wait and See

Feby Novalius , Jurnalis-Sabtu, 03 Mei 2025 |17:10 WIB
Tunggu Kepastian Tarif Trump, Industri Manufaktur RI Pilih Wait and See
Tunggu Kepastian Tarif Trump, Industri Manufaktur RI Pilih Wait and See. (Foto; okezone.com/Freepik)
A
A
A

JAKARTA – Pelaku industri manufaktur Indonesia masih menunggu kepastian hasil negosiasi terkait kebijakan tarif yang digulirkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang dilakukan oleh perwakilan Pemerintah Indonesia. Kejelasan kebijakan ini dianggap krusial untuk memberikan rasa percaya diri bagi pelaku industri dalam menjalankan usahanya, yang saat ini berada dalam kondisi "wait and see."

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, menjelaskan, kekhawatiran terbesar pelaku industri bukan hanya terkait pemberlakuan tarif resiprokal oleh AS, tetapi juga serbuan produk-produk dari negara-negara yang terdampak tarif tersebut. Indonesia berisiko menjadi pasar alternatif bagi barang-barang impor, yang bisa mengancam pasar domestik.

“Pelaku industri kita bukan hanya khawatir karena adanya pemberlakuan tarif resiprokal oleh Presiden Trump, tetapi mereka juga lebih khawatir dengan limpahan produk-produk dari negara yang terkena tarif Trump, yang bisa membuat Indonesia menjadi pasar alternatif bagi barang-barang impor,” ujar Febri, Sabtu (3/5/2025).

Febri menambahkan, banyak pelaku industri dan asosiasi yang telah menyampaikan keluhan mereka melalui media atau langsung melapor ke Kementerian Perindustrian terkait ketidakpastian yang mereka hadapi. Mereka berharap pemerintah dapat segera mengeluarkan kebijakan strategis untuk melindungi industri dalam negeri.

"Mereka menunggu kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri agar dapat bersaing di pasar domestik dan menjadi tuan rumah di negara sendiri," tambahnya.

Saat ini, sekitar 20% dari produk industri nasional dialokasikan untuk pasar ekspor, sementara 80% diserap oleh pasar domestik, yang mencakup belanja pemerintah, swasta, dan rumah tangga. Oleh karena itu, penting untuk melindungi pasar domestik demi keberlanjutan industri nasional.

"Kami memiliki komitmen kuat untuk menciptakan suasana optimisme bagi pelaku usaha di Indonesia, namun kami membutuhkan dukungan penuh dari seluruh stakeholders, terutama dari kementerian dan lembaga terkait, untuk segera menerbitkan kebijakan yang pro-investasi dan mendukung perlindungan industri dalam negeri," ujar Febri. 

"Jangan sampai pasar domestik yang sudah mengalami penurunan permintaan justru dipenuhi dengan barang-barang impor," sambungnya. 

Industri Manufaktur Menghadapi Tekanan Global dan Domestik

Saat ini, industri manufaktur Indonesia tengah menghadapi tantangan besar akibat ketidakpastian di pasar global dan domestik. Beberapa faktor yang turut berkontribusi terhadap kondisi ini adalah perang tarif yang digulirkan oleh AS serta serbuan produk impor.

Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 tercatat di level 46,7, yang menandakan fase kontraksi (di bawah angka 50). Penurunan PMI yang signifikan, turun 5,7 poin dibandingkan dengan bulan Maret 2025 yang masih berada di level ekspansif (52,4), menunjukkan menurunnya optimisme dan kepercayaan diri pelaku industri manufaktur di tengah ketidakpastian global.

 

"Penurunan PMI yang sangat signifikan ini menunjukkan bahwa optimisme pelaku industri manufaktur semakin menurun di tengah situasi ketidakpastian saat ini," kata Febri.

Survei PMI Manufaktur mengukur persepsi pelaku industri terhadap prospek usaha mereka, yang mencerminkan tingkat keyakinan mereka untuk menjalankan bisnis. Hasil survei menunjukkan adanya tekanan psikologis akibat perang tarif global dan banjir produk impor di pasar domestik.

Perlambatan PMI dan Indeks Kepercayaan Industri

Penurunan PMI Manufaktur Indonesia pada April 2025 sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang tercatat di level 51,90. Meskipun masih berada di fase ekspansi, IKI mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan Maret 2025 yang tercatat di level 52,98, menurun sebesar 1,08 poin. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, nilai IKI April 2025 juga mengalami penurunan sebesar 0,40 poin.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement