Hanif mengungkapkan, aktivitas tambang di Raja Ampat bisa terjadi karena izin usaha pertambangan (IUP) sudah lebih dulu diterbitkan sebelum adanya aturan yang melarang pertambangan di pulau-pulau kecil.
"Itu kan undang-undang (aturannya), sorry ya, izinnya lebih duluan (keluar) daripada undang - undang (UU). UU kan tahun 2014, nah ini si tambangnya telah mendapatkan kontrak karya di tahun 1998," tambahnya.
Hanif menambahkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75 persen spesies karang dunia terdapat di Raja Ampat. Tak hanya itu, sekitar 97 persen wilayah Kabupaten Raja Ampat juga masuk dalam kawasan hutan lindung. Karena itu, menurutnya, negara memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga kekayaan hayati ini demi kepentingan masyarakat setempat dan kelestarian ekosistem laut.
"Kita akan didiskusikan lebih lanjut langkah apa yang akan kita ambil, tetapi secara teknis memang yurisprudensi hukumnya bicara seperti itu," tambahnya.
Sekedar informasi, PT Gag Nikel yang merupakan anak usaha dari PT Antam (Persero) Tbk, telah mengantongi Kontrak Karya Generasi VII dengan Nomor B35/Pres/I/1998. Kontrak ini disahkan sejak 19 Januari 1998 dan sudah mendapat izin tambang dari Presiden yang menjabat pada saat itu.
Baca selengkapnya: Tambang Nikel di Raja Ampat, Menteri Lingkungan Hidup: Langgar Undang-Undang
(Taufik Fajar)