Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

RI Terancam Rugi Ratusan Triliun Rupiah, Ini Penyebabnya

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Selasa, 01 Juli 2025 |17:04 WIB
RI Terancam Rugi Ratusan Triliun Rupiah, Ini Penyebabnya
RI Terancam Rugi Ratusan Triliun Rupiah, Ini Penyebabnya (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 memicu kekhawatiran serius di kalangan legislatif dan pelaku ekonomi. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun memperingatkan bahwa regulasi ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga ratusan triliun rupiah serta mengancam kedaulatan kebijakan nasional.
 
Misbakhun menyoroti kontribusi besar sektor tembakau terhadap penerimaan negara. Pada 2024, Cukai Hasil Tembakau (CHT) tercatat mencapai Rp216,9 triliun atau sekitar 72% dari total penerimaan kepabeanan dan cukai. 

“Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah sudah menyiapkan strategi pengganti penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp300 triliun di industri hasil tembakau ini?” ujarnya di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
 
Dia menilai PP 28/2024 sebagai pukulan telak terhadap industri hasil tembakau (IHT), yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi di berbagai daerah. Menurutnya, sektor ini tidak hanya terkait dengan isu kesehatan, tetapi juga menyangkut industri, pertanian, dan ketenagakerjaan padat karya.
 
Misbakhun secara khusus menyoroti pentingnya melindungi sigaret kretek tangan (SKT) sebagai kekuatan ekonomi lokal. Ia menegaskan bahwa sektor ini menghidupkan ekonomi rakyat, dari petani hingga pelaku industri kecil. “Ini soal amanat konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” tegasnya.
 
Lebih lanjut, Misbakhun mempertanyakan legitimasi PP 28/2024 yang dinilai menyimpang dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai kebijakan induknya. Dia menilai PP tersebut mengatur hal-hal yang tidak secara eksplisit diatur dalam UU, bahkan melampaui kewenangannya.
 
“PP 28/2024 ini sangat jelas apa yang tidak ada dalam UU diatur di dalam PP-nya,” ujarnya.

 

Dia mencontohkan sejumlah ketentuan seperti pembatasan TAR dan nikotin, zonasi larangan iklan, hingga rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024, yang menurutnya tidak memiliki dasar hukum kuat dalam UU Kesehatan.
 
“Apakah boleh PP itu sebagai pelaksana UU mengatur hal yang berbeda dengan UU-nya? Inilah yang harus dijadikan acuan kita,” tegasnya.
 
Misbakhun juga mengkritik Rancangan Permenkes yang mengatur lebih lanjut soal penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Ia menilai hal ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap disiplin konstitusi dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
 
“Negara jangan hanya memikirkan aspek kesehatan dan ini tidak adil,” imbuhnya.
 
Misbakhun mengungkapkan kekhawatiran atas indikasi konsolidasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ingin membatasi industri tembakau dengan dalih isu kesehatan. Dia menyoroti potensi intervensi asing melalui adopsi prinsip-prinsip Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), meskipun Indonesia secara resmi tidak meratifikasi konvensi tersebut.

“Jangan sampai kita diinjak oleh konspirasi global yang menginfiltrasi kebijakan nasional untuk kepentingan pihak tertentu,” pungkasnya.
 

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement