Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

5 Fakta Sri Mulyani Kejar Pajak Lewat Medsos dan Tugas Marketplace Ikut Pungut Pajak 

Taufik Fajar , Jurnalis-Minggu, 20 Juli 2025 |09:18 WIB
5 Fakta Sri Mulyani Kejar Pajak Lewat Medsos dan Tugas Marketplace Ikut Pungut Pajak 
Sri Mulyani Kerja Pajak (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah berupaya memperkuat strategi untuk mengoptimalkan penerimaan negara pada anggaran 2026. 

Salah satu langkah yang ditekankan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu adalah pemanfaatan data analytic dan media sosial sebagai instrumen penggalian potensi perpajakan.

"Penggalian potensi itu melalui data analytic maupun media sosial," ujar Anggito dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI.

Berikut fakta-fakta Sri Mulyani kejar pajak lewat Medsos dan tugas Marketplace ikut pungut pajak yang dirangkum Okezone, Minggu (20/7/2025).

1. Kebijakan Administratif

Strategi ini merupakan bagian dari output kebijakan administratif yang tertuang dalam rencana kerja program pengelolaan penerimaan negara.
 
Tujuannya adalah mencapai penerimaan negara yang optimal, berkeadilan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

 

Selain itu, pemerintah juga mengajukan sejumlah kebijakan tambahan seperti pengenaan cukai terhadap produk pangan olahan bernatrium (P2OB), penguatan regulasi perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), serta reformasi proses bisnis di sektor ekspor-impor dan logistik.

Tak hanya fokus pada aspek kebijakan, Kementerian Keuangan juga mengarahkan berbagai program lain seperti edukasi perpajakan, pengawasan, penegakan hukum, dan penanganan keberatan serta gugatan pajak. 

2. Alokasikan Kebutuhan Anggaran

Untuk menjalankan semua inisiatif tersebut, pemerintah mengalokasikan kebutuhan anggaran sebesar Rp1,99 triliun dari total usulan pagu Kemenkeu senilai Rp52,01 triliun.

"Total kebutuhan Rp1,99 triliun. Pagu yang tersedia itu adalah Rp1,63 triliun, ada usulan tambahan yang tidak terlalu signifikan jumlahnya mudah-mudahan bisa, Rp366,42 miliar yang dibutuhkan untuk bisa melaksanakan program tersebut di atas," tambah Anggito.

3. Strategi Kemenkeu

Sementara itu, dalam forum terpisah, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama menjelaskan lebih lanjut mengenai strategi pengawasan Ditjen Pajak terhadap wajib pajak melalui media sosial.

"Di medsos itu pasti diamati, model crawling kita lakukan pengawasan walau belum ada regulasi kita untuk memungut," jelas Yoga dalam media briefing di Kantor Pusat DJP.

Menurutnya, DJP telah menerapkan sistem crawling yang memanfaatkan mesin pencarian digital untuk mendeteksi dan menganalisis konten yang dipublikasikan di media sosial oleh wajib pajak. 

Data harta yang dipamerkan di media sosial kemudian disandingkan dengan data resmi yang terdaftar di sistem perpajakan.

"Jadi kalau suka pamer mobilnya di medsos, pasti diamati teman-teman pajak. Nah itu model crawling segala macam juga kita lakukan pengawasan," katanya.

 

4. Pengguna Media Sosial

Tak hanya pengguna media sosial biasa, para penerima endorsement juga menjadi sasaran pengawasan oleh fiskus DJP.

"Kalau endorsement juga sudah kita lakukan juga banyak pengawasan," tegas Yoga.

Yoga menyatakan pendekatan ini dilakukan untuk menciptakan keadilan dalam kepatuhan pajak, baik di dunia luring maupun daring.

"Jadi memang dengan semesta dinamika digitalisasi semakin meluas, nah tentunya dari otoritas perpajakan kita juga harus meng-capture itu, supaya tidak ada yang kemudian tidak kena pajak sementara yang lain kena pajak," pungkasnya.

5. Marketplae Jadi Pemungut Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah menunjuk marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen.

Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak diundangkan pada 14 Juli 2025.

Menurut Direktur Peraturan Perpajakan I, Hestu Yoga Saksama kriteria marketplace yang akan ditunjuk sebagai pemungut pajak akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak. 

Kriteria ini akan disamakan dengan batasan yang diterapkan untuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) luar negeri.

"Jadi nanti akan keluar perdirjen sama seperti PMSE luar negeri mengenai, karena di PMK kan batasannya diatur oleh Direktur Jenderal Pajak, kira-kira sama kaya PMSE luar negeri yang transaksinya 600 juta setahun atau 50 juta per bulan dan diakses masyarakat 12 ribu sebulan, kita bikin sama lah," ujar Yoga dikutip

(Taufik Fajar)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement