JAKARTA - Manajemen PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA menyatakan, informasi yang menyebutkan pembelian 51% saham BCA dengan nilai hanya sekitar Rp5 triliun diduga melanggar hukum karena nilai pasar BCA saat itu dinilai sekitar Rp117 triliun merupakan informasi yang tidak benar.
Hal ini menanggapi isu yang beredar mengenai akuisisi 51% saham BCA oleh grup Djarum yang diduga ada rekayasa dan tunggakan utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Angka Rp117 triliun yang sering disebut dalam narasi merujuk pada total aset BCA, bukan nilai pasar perusahaan. Nilai pasar ditentukan oleh harga saham perusahaan di bursa efek, dikalikan dengan jumlah total saham yang beredar. Seiring BCA yang sudah melaksanakan Initial Public Offering (IPO) pada 2000, maka harga saham BCA terbentuk berdasarkan mekanisme pasar,” kata Corporate Secretary BCA I Ketut Alam Wangsawijaya mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (21/8/2025).
Dia menjelaskan, pada saat proses strategic private placement dilakukan, nilai pasar BCA berdasarkan harga saham rata-rata di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah sekitar Rp10 triliun. Angka inilah yang menjadi acuan valuasi saat transaksi berlangsung, bukan sekitar Rp117 triliun.
"Dengan demikian, nilai akuisisi 51% saham oleh konsorsium FarIndo yang menang melalui tender, merupakan cerminan dari kondisi pasar saat itu," katanya.
Dia menambahkan, tender dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) secara transparan dan akuntabel.
Sementara itu, terkait informasi BCA yang memiliki utang kepada negara Rp60 triliun yang diangsur Rp7 triliun setiap tahun adalah tidak benar.
“Di dalam neraca, BCA tercatat memiliki aset obligasi pemerintah senilai Rp60 triliun, dan seluruhnya telah selesai pada 2009 sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku,” ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Pengkajian Ekonomi Keuangan Negara (LPEKN) HM Sasmito Hadinagoro mengungkap dugaan rekayasa dalam akuisisi BCA oleh Djarum Group di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dia menilai ada kejanggalan besar karena transaksi hanya ditebus sekitar Rp5 triliun untuk separuh kepemilikan bank, padahal saat itu aset BCA diklaim mencapai lebih dari Rp200 triliun.
“Nilai BCA itu lebih dari Rp200 triliun, tapi dijual hanya Rp5 triliun. Itu sama saja gratis,” kata Sasmito.
"Pada waktu itu, pada Desember 2002, nilai sahamnya (BCA) Rp117 triliun. Dalam buku, BCA mempunyai utang ke negara Rp60 triliun, diangsur Rp7 triliun setiap tahunnya," tambahnya.
(Dani Jumadil Akhir)