Namun demikian, dia mengingatkan bahwa peningkatan ekspektasi dari kelas menengah harus diimbangi dengan penguatan sistem JKN itu sendiri. Rizal menyebut jumlah peserta, rasio aktif terhadap terdaftar, tingkat utilisasi per kapita, kualitas layanan di fasilitas rujukan, hingga pergeseran peran asuransi swasta juga perlu dicermati dengan seksama.
“Konsekuensi logis dari pergeseran ini adalah meningkatnya ekspektasi terhadap mutu layanan, kecepatan akses, dan kenyamanan rawat inap. Jika tidak diimbangi dengan penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), pembaruan tarif INA-CBG, dan implementasi KRIS yang realistis, beban klaim berpotensi menekan fiskal JKN,” tegas Rizal.
Dia menambahkan bahwa sejumlah kebijakan strategis perlu segera dilakukan untuk menjaga keberlanjutan sistem JKN, termasuk peningkatan kolektibilitas iuran, manajemen klaim berbasis Health Technology Assessment (HTA), dan persiapan skema penyesuaian iuran tahun 2026 yang dikomunikasikan secara transparan kepada publik.
"Dengan kata lain, arus balik kelas menengah ke JKN harus dibaca sebagai momentum untuk mendorong peningkatan standar layanan sekaligus menata keberlanjutan pembiayaan. Jika dikelola dengan tata kelola yang ketat, maka justru partisipasi kelas menengah bisa menjadi motor perbaikan mutu. Dimana hal ini memperkuat legitimasi bahwa JKN sebagai sistem kesehatan nasional yang dianggap cukup inklusif dan kompetitif," pungkasnya.