 
                
JAKARTA – Purbaya Yudhi menjadi salah satu pejabat yang tiba-tiba datang ke Istana pada Senin sore, 8 September 2025. Mengenakan jas hitam, dasi biru, dan didampingi keluarganya, Purbaya ternyata dilantik sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) menggantikan Sri Mulyani.
Kabar ini mengejutkan publik di sore hari itu. Meski sebelumnya telah santer terdengar isu reshuffle kabinet, nama Purbaya sebagai pengganti Sri Mulyani tentu menjadi sorotan utama dalam daftar menteri yang diganti.
Purbaya mengaku mendapat telepon dari Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya. Ia diminta untuk datang ke Istana Negara pukul 15.00 WIB.
"Ada yang telepon, Letkol Teddy. Diminta datang jam 3," kata Purbaya di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/9/2025).
Namun, Purbaya tidak mengetahui agenda yang akan dibahas di Istana sore itu.
"Enggak tahu. Mungkin mau ngomong ekonomi," kata Purbaya.
Tak lama dari pernyataan Purbaya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle menteri Kabinet Merah Putih, di antaranya Kementerian Keuangan dan Kementerian Koperasi.
"Kemenko Politik dan Keamanan, Kemenkeu, Kementerian Perlindungan dan Pekerja Migran, Kementerian Koperasi, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga," ujar Prasetyo di Jakarta.
Presiden Prabowo pun menyampaikan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani diganti oleh Purbaya Yudhi Sadewa.
Presiden Prabowo menyebut reshuffle ini dilakukan untuk memperkuat kinerja kabinet dalam menghadapi tantangan pemerintahan ke depan. Pelantikan kelima menteri baru itu berlangsung sore ini di Istana Negara.
- Ketua Dewan Komisioner LPS (2020–2025)
- Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Mei 2018–September 2020)
- Staf Khusus Bidang Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Kemenko Kemaritiman (Juli 2016–Mei 2018)
- Staf Khusus Bidang Ekonomi Menko Polhukam, Kemenko Polhukam (November 2015–Juli 2016)
- Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis, Kantor Staf Presiden RI (April 2015–September 2015)
- Staf Khusus Bidang Ekonomi Menko Perekonomian, Kemenko Perekonomian (2010–2014)
- Anggota Komite Ekonomi Nasional (2010–2014)
- Wakil Ketua Satgas Penanganan dan Penyelesaian Kasus (Debottlenecking), dikenal sebagai “Pokja IV”, di bawah Kemenko Perekonomian (Juni 2016–sekarang)
- Anggota Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (2016–sekarang)
- Anggota Indonesia Economic Forum (2015–sekarang)
- Field Engineer di Schlumberger Overseas SA (1989–1994)
- Senior Economist di Danareksa Research Institute (Oktober 2000–Juli 2005)
- Direktur Utama PT Danareksa Securities (April 2006–Oktober 2008)
- Chief Economist Danareksa Research Institute (Juli 2005–Maret 2013)
- Anggota Dewan Direksi PT Danareksa (Persero) (Maret 2013–April 2015)
Purbaya mengatakan, salah satu pesan Presiden setelah dirinya dilantik menjadi Menteri Keuangan adalah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Sebab, hal ini juga akan berkaitan dengan peningkatan pendapatan negara ke depannya.
"Tax ratio kan konstan, let's say kita tidak bisa dalam waktu dekat. Untuk menaikkan tax, ya kita percepat pertumbuhan ekonominya. Kira-kira begitu," ujarnya.
Purbaya sempat mengira sedang menjadi korban telepon iseng karena diminta datang ke Istana. Sebelum ke Istana, Purbaya sempat mengecek nomor yang menghubunginya.
"Ini juga kan kaget, ini kagetan juga. Tadi saya dikasih tahu mungkin baru jam setengah satu. Saya pikir saya ditipu. Saya cek yang nelepon nomornya, telepon bener apa enggak. Ternyata betulan, baru saya datang," kata Purbaya.
Purbaya pun mengaku tidak mengetahui alasan kenapa Presiden Prabowo memilihnya. Ia hanya menduga bahwa mungkin dirinya dianggap cukup jago di sektor ekonomi. Ia juga mengatakan bahwa tidak ada diskusi ekonomi secara khusus dengan Prabowo sebelum dilantik menjadi bagian dari Kabinet Merah Putih.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi adanya tuntutan 17+8 dari rentetan aksi demonstrasi yang terjadi belakangan. Menurut Purbaya, salah satu upaya memenuhi tuntutan tersebut adalah memacu pertumbuhan ekonomi di angka 6 sampai 7 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang impresif, diharapkan dapat menciptakan banyak lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Saya belum belajar itu (tuntutan 17+8). Tapi begini, itu kan suara rakyat kita. Mungkin sebagian merasa terganggu hidupnya, masih kurang. Pertama, saya ciptakan pertumbuhan ekonomi 6–7 persen, itu (tuntutan) akan hilang dengan otomatis. Mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak dibandingkan demo," ujarnya.
(Feby Novalius)