 
                
JAKARTA - Adu kekayaan Israel dengan Qatar, bak bumi dan langit. Kini hubungan kedua negara memanas usai Israel menyerang Qatar pada Selasa 9 September 2025.
Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani mengecam serangan Israel ke Ibu Kota Doha. Qatar mengutuk serangan Israel yang menewaskan seorang pejabat keamanan Qatar dan lima anggota Hamas.
Dia menegaskan bahwa pihaknya berhak melakukan pembalasan atas tindakan terorisme tersebut. Dia menegaskan Doha telah membentuk tim hukum dan akan meninjau insiden tersebut untuk memastikan tindakan semacam itu tidak terulang.
"Qatar berhak untuk menanggapi serangan terang-terangan ini," ujar Al-Thani.
Dia menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu seorang narsis dan serangan Israel tersebut berbahaya. "Serangan dan penargetan ini tidak hanya melampaui hukum internasional, tetapi juga standar moral," kata Al-Thani.
"Kita berbicara tentang negara mediator, yang menyelenggarakan mediasi resmi dan dihadiri oleh delegasi dari negara yang sama yang mengirimkan rudal-rudal ini. Standar moral apa yang dapat diterima untuk hal ini," ujarnya.
Di luar serangan Israel ke Qatar, menarik untuk diketahui kekayaan kedua negara. Diketahui kekayaan negara-negara di Timur Tengah kerap menjadi sorotan dunia. Dua di antaranya adalah Qatar dan Israel, dua negara dengan pengaruh besar, namun memiliki jalur pembangunan ekonomi yang sangat berbeda.
Perbandingan keduanya ibarat bumi dan langit, baik dari sisi sumber daya alam maupun strategi pengelolaan ekonominya.
Qatar, sebuah negara mungil di jazirah Arab dengan luas sekitar 11.500 km², dulunya hanya bergantung pada perikanan. Pada awal kemerdekaan dari Inggris tahun 1971, negara ini masih tergolong miskin. Namun, penemuan cadangan minyak dan gas raksasa menjadi titik balik yang mengubah wajah ekonomi mereka.
Ladang gas North Field yang ditemukan pada 1970-an menjadi harta karun terbesar. Meski sempat terabaikan karena keterbatasan teknologi dan minimnya permintaan, Qatar akhirnya bangkit setelah berinvestasi dalam teknologi pencairan gas alam cair (LNG) pada dekade 1990-an. Sejak itu, mereka menjelma sebagai pengekspor LNG terbesar di dunia.
Kekayaan migas ini semakin terasa karena jumlah penduduk Qatar sangat sedikit, hanya sekitar 2,9 juta jiwa. Pemasukan besar dari migas bisa dibagi rata, menghasilkan layanan publik dan infrastruktur kelas dunia. Tak heran, pendapatan per kapita Qatar pada 2021 mencapai lebih dari 61 ribu dolar AS, termasuk yang tertinggi di dunia.
Selain mengandalkan migas, pemerintah Qatar juga membentuk dana investasi negara bernama Qatar Investment Authority (QIA) yang menanam modal di berbagai belahan dunia. Strategi ini membuat perekonomian mereka tidak hanya bergantung pada sektor energi, tetapi juga kuat dalam investasi global.
Bahkan ketika negara-negara Teluk lain melakukan embargo, Qatar tetap mampu bertahan. Mereka mengurangi ketergantungan impor pangan dengan mengembangkan pertanian sendiri dan berhasil mencatatkan tingkat ketahanan pangan tertinggi di kawasan.
Berbeda dengan Qatar, Israel tidak memiliki cadangan minyak atau gas besar untuk menopang ekonominya. Negara ini terletak di tepi Laut Mediterania dengan wilayah kecil, sering dilanda konflik, namun mampu masuk jajaran negara maju dengan PDB sekitar 522 miliar dolar AS pada 2022.
Kekuatan utama Israel ada pada teknologi. Negara ini dikenal sebagai “Startup Nation” karena melahirkan banyak perusahaan rintisan inovatif yang mendunia, termasuk aplikasi peta digital populer dan berbagai teknologi komputasi awan. Sektor teknologi tinggi menyumbang hampir setengah dari total ekspor Israel dan menjadi tulang punggung perekonomian.
Selain itu, Israel juga menjadi pusat perdagangan berlian internasional dan memiliki industri manufaktur modern yang sudah berkembang sejak 1970-an. Pertanian mereka pun maju pesat berkat teknologi irigasi dan penelitian intensif yang melibatkan kolaborasi erat antara pemerintah dan ilmuwan.
Pertumbuhan ekonomi Israel tidak lepas dari arus imigrasi. Setelah Perang Dunia II, banyak tenaga ahli dari Eropa pindah ke Israel, membawa keahlian dan membangun industri-industri kunci. Gelombang berikutnya datang dari bekas Uni Soviet pada 1990-an, yang semakin memperkuat basis sumber daya manusia terampil.
Faktor lain yang memperkuat perekonomian Israel adalah dukungan finansial dari negara sekutu. Bantuan luar negeri dalam jumlah besar menopang pengembangan riset, pertahanan, hingga infrastruktur. Hal ini membuat Israel tetap stabil meski harus menghadapi konflik berkepanjangan.
Qatar menjadi kaya karena limpahan sumber daya alam dan jumlah penduduk yang sedikit, sementara Israel membangun kekayaan lewat inovasi, riset, dan industri berteknologi tinggi.
Perbandingan keduanya menunjukkan dua jalur berbeda dalam membangun kemakmuran satu dengan kekuatan alam, satunya lagi dengan kekuatan manusia dan teknologi. Namun pada akhirnya, keduanya berhasil masuk jajaran negara dengan perekonomian kuat di dunia, meskipun kondisi geopolitik dan sejarah mereka sangat kontras.
 
(Dani Jumadil Akhir)