JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menceritakan adanya seorang Direktur Utama (Dirut) bank yang kebingungan saat menerima guyuran dana Rp200 triliun. Dirut tersebut bingung karena bank hanya mampu menyerap Rp7 triliun.
Menanggapi hal itu, CEO Danantara Rosan Roeslani menilai perbedaan kapasitas antar bank dalam penyaluran kredit dan penyerapan dana adalah wajar.
Namun, ia tetap melihat langkah pemerintah sebagai kebijakan positif yang memperkuat likuiditas perbankan.
“Ini positif, karena ini juga memberikan keleluasaan likuiditas di pihak perbankan," ujar Rosan di Jakarta dikutip, Rabu (17/9/2025).
Dana Rp200 triliun tersebut telah dialokasikan kepada lima bank Himbara yakni BRI, BNI, Mandiri, BTN dan BSI.
Pemerintah menyimpan masing-masing Rp55 triliun di BRI, BNI dan Mandiri, Rp25 triliun di BTN, dan Rp10 triliun di BSI.
Dana ini berasal dari kas negara yang sebelumnya mengendap di Bank Indonesia dan kini dialihkan untuk memperkuat likuiditas perbankan.
Rosan menjelaskan dengan tambahan likuiditas ini, bank memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan pendanaan dengan suku bunga yang lebih kompetitif. Ini diyakini akan memberikan manfaat luas, terutama bagi sektor swasta.
"Dengan suku bunga yang lebih kompetitif ini tentunya akan membantu semua sektor lainnya, terutama sektor swasta, dan bisa merasakan dampaknya," tutur dia.
Rosan menekankan pentingnya peningkatan peredaran uang dalam perekonomian nasional.
Dia menuturkan berdasarkan indikator jumlah uang beredar (M1 dan M2), kecepatan peredaran uang atau velocity of money di Indonesia saat ini hanya sekitar 41–42 persen.
Menurutnya angka ini tergolong rendah jika dibandingkan dengan banyak negara lain, yang uang beredarnya bisa bergerak lebih cepat dan mencapai di atas 100 persen.
"Jadi kalau kita ingin pertumbuhan lebih tinggi, (peredaran) uangnya perlu lebih tinggi. Ini adalah satu cara konkret nyata oleh pemerintah dalam rangka membuat peredaran dana ini makin cepat, agar pertumbuhan kita makin meningkat," pungkas Rosan.
(Taufik Fajar)