JAKARTA – Pelarian Bos Investree Asharyanto Gunadi berakhir. Buronan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Interpol itu telah ditangkap dan ditahan di Indonesia.
Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana, menjelaskan pemulangan dan penangkapan Adrian dilakukan melalui koordinasi lintas lembaga.
“Otoritas Jasa Keuangan bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta sejumlah kementerian dan lembaga terkait, telah berhasil memulangkan dan menahan saudara AAG, yakni mantan direktur PT Investree Radhika Jaya,” kata Yuliana.
Berikut fakta-fakta menarik terkait kasus Investree hingga Asharyanto Gunadi yang kabur bahkan sampai jadi direktur di luar negeri, Senin (29/9/2025):
Adrian Gunadi telah berstatus tersangka sejak November 2024. Namanya telah buron, bahkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dalam catatan OJK, sejak pencabutan izin usaha Investree sampai dengan 31 Desember 2024, regulator industri keuangan ini menerima 85 pengaduan.
Di sisi lain, Rapat Umum Pemegang Saham Investree juga telah memutuskan penunjukan Tim Likuidasi yang akan bekerja menyelesaikan hak dan kewajiban perusahaan sesuai ketentuan.
Lebih jauh, OJK juga telah melakukan proses Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) terhadap Adrian Gunadi selaku Direktur Utama Investree.
OJK memastikan platform Investree atau PT Investree Radhika Jaya, salah satu penyelenggara fintech lending, resmi dibubarkan dan saat ini sedang menjalani proses likuidasi aset.
OJK menyampaikan saat ini nilai aset yang tersisa dalam Investree sedang didalami oleh Tim Likuidasi.
“Ini sejalan dengan telah disetujuinya pembentukan Tim Likuidasi Investree melalui RUPS tanggal 14 Maret 2025,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML), Agusman.
Investree pernah menjadi salah satu pionir fintech lending di Indonesia. Namun, tekanan keuangan perusahaan memicu keluhan dari lender ihwal pengembalian dana.
“Menyikapi pemberitaan di media massa mengenai Adrian, OJK menyesalkan pemberian izin oleh instansi terkait di Qatar kepada Adrian untuk menjabat sebagai Chief Executive Officer di JTA Investree Doha Consultancy mengingat status hukum yang telah diberikan kepada yang bersangkutan di Indonesia,” kata Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi.
Ismail menyampaikan bahwa OJK akan meningkatkan dan melanjutkan koordinasi dan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan berbagai pihak di dalam dan luar negeri untuk menyikapi hal tersebut.
“Termasuk memulangkan Adrian ke Tanah Air untuk meminta pertanggungjawaban dari yang bersangkutan baik secara pidana maupun perdata,” ujar Ismail.
Mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya, Adrian Asharyanto Gunadi, akhirnya ditangkap dan dibawa ke Indonesia. Sosok yang menjadi buruan Interpol dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini hadir langsung dalam konferensi pers di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (26/9/2025).
Pantauan iNews di Gedung Angkasa Pura, Bandara Soekarno-Hatta, Jumat sore (26/9), Adrian terlihat mengenakan rompi oranye dengan tangan dikawal aparat.
Di meja depan hadir jajaran pejabat OJK, perwakilan Interpol, dan Kepolisian RI.
Dalam proses pemulangan buronan OJK tersebut, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri juga turut berperan aktif dengan mengupayakan ekstradisi melalui jalur G to G kepada Pemerintah Qatar. Langkah tegas juga diambil oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dan Pemasyarakatan dengan mencabut paspor tersangka.
Ia menyebut, proses pemulangan AAG melibatkan kerja sama National Central Bureau (NCB) to NCB serta dukungan penuh dari KBRI di Qatar.
"Saat ini, tersangka telah menjadi tahanan OJK dan dititipkan di Rutan Bareskrim Polri untuk proses hukum lebih lanjut," kata dia.
Modus operandi Adrian Asharyanto Gunadi dalam menjalankan aksinya yakni terungkap dengan menggunakan PT Investree Radhika Jaya (Investree) dan PT Putra Radhika Investama sebagai kedok untuk menghimpun dana ilegal sejak Januari 2022 hingga Maret 2024. Ironisnya, dana tersebut justru digunakan untuk kepentingan pribadi.
Selama proses penyidikan, tersangka juga tidak kooperatif hingga akhirnya terdeteksi berada di Doha, Qatar. OJK tidak tinggal diam dan segera menetapkannya sebagai tersangka.
"Melalui kerja sama intensif dengan berbagai pihak, termasuk Korwas PPNS Bareskrim Polri dan Divisi Hubungan Internasional Polri, DPO dan Red Notice diterbitkan pada 14 November 2024," ujar Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana.
Untuk penegakan hukumnya, OJK telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI dan akan menjerat tersangka dengan pasal berlapis, termasuk Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
"Dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara," tegas Yuliana.
(Feby Novalius)