JAKARTA - Organisasi internasional yang berfokus pada kesehatan di kawasan Amerika, Pan American Health Organization (PAHO) menempatkan pendanaan kesehatan sebagai salah satu prioritas utamanya, termasuk dalam mendukung ketersediaan dan distribusi vaksin.
PT Bio Farma (Persero) menyebut salah satu langkah yang dilakukan PAHO dalam pendanaan vaksin adalah memberikan insentif kepada produsen regional untuk menjalin perjanjian pengadaan demi respons cepat dan menunjukkan efisiensi yang baik.
Direktur Manajemen dan Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Agusdini Banun Saptaningsih mengungkapkan Indonesia juga melakukan hal serupa.
"Indonesia telah menerapkan prinsip serupa dalam pengadaan bersama di setiap program kesehatan nasional. Pertama Kemenkes melakukan pengadaan vaksin terpusat yang bekerja sama dengan divisi pasokan UNICEF, demi memastikan stabilitas pasokan nasional dan daya saing harga," katanya dalam keterangannya, Jakarta, Minggu (2/11/2025).
Kedua, lanjut Agusdini, kontrak multi-pemasok dan mekanisme e-katalog merupakan bentuk kontrak kelompok. Hal ini yang memungkinkan produsen vaksin nasional, seperti Bio Farma dan produsen vaksin lainnya dapat berpartisipasi.
Ketiga, Kemenkes mendukung tujuan transformasi kesehatan nasional, meningkatkan ketahanan rantai pasok, dan mendorong produksi lokal untuk memastikan keberlanjutan.
"Pengadaan Inactivated Poliovirus Vaccine (IPV) yang dibiayai melalui hibah yang dilakukan sesuai dengan peraturan pengadaan umum nasional yang mewajibkan prioritas pada produk yang diproduksi secara lokal dan memenuhi standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)," katanya.
Agusdini juga mengatakan bahwa Indonesia telah menerapkan beberapa strategi pembiayaan inovatif untuk memastikan pengiriman vaksin, terapi, dan diagnostik yang tepat waktu dan efisien, terutama untuk program nasional.
Program pasar lanjutan yang melihat dari model UNICEF hingga Integrated Marketing Communication (IMC) atau Komunikasi Pemasaran Terpadu.
Dalam hal ini, Indonesia memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin PCV dengan harga Low and Middle Income Countries (LMIC) atau negara berpenghasilan rendah dan menengah yakni USD2,80 per dosis atau sekitar Rp46 ribu.
Dalam harga normal, kata Agustini, seharusnya vaksin tersebut seharga USD21,20 atau sekitar Rp352 ribu per dosis.
"Namun, kami berharap IMC dapat membeli vaksin PCV dari produk lokal, dari produk kami, karena tiga industri di Indonesia sekarang dapat memproduksi vaksin PCV," katanya.
Agusdini juga menekankan soal program pembiayaan sumber daya. Sejauh ini, Bank Dunia telah menyetujui pinjaman sebesar USD300 juta (Rp4 triliun) untuk program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia.
Dana tersebut dicairkan berdasarkan pencapaian hasil terukur yang spesifik dan memastikan bahwa pinjaman tersebut terkait dengan keberhasilan implementasi hasil program.
"Penyediaan (vaksin) regional perlu dipertimbangkan, karena membantu mengurangi gangguan pasokan akibat bencana besar yang terjadi secara tiba-tiba," ujarnya.
Lebih lanjut, Agusdini menekankan model pembiayaan inovatif ini akan berkontribusi pada stabilitas industri, menurunkan biaya vaksin, dan mencegah kelangkaan di seluruh wilayah.
Pada kesempatan yang sama, Executive Manager Regional Revolving Funds PAHO Santiago Cornejo mengungkapkan isu-isu terkait alat pembiayaan inovatif dan penimbunan regional juga sedang dilakukan oleh pihaknya dalam platform pendanaan bergulir.
Hal ini dilakukan dengan membawa inovasi-inovasi ke dalam penimbunan regional dan alat-alat inovatif.
"Lalu, kami melihat beberapa peluang potensial untuk kawasan ini. Saya juga menyoroti poin penting bahwa ketika kita membahas mekanisme regional, kita juga membahas pentingnya bekerja sama dengan pemangku kepentingan global, UNICEF, GAVI, dan mereka memainkan peran penting dalam ekosistem ini," kata Santiago.
(Feby Novalius)