“Baru setelah itu berkebutuhan. Jadi pertama insentif dulu, kedua adalah kebutuhan,” katanya.
Ia juga menilai pengguna mobil listrik di Indonesia saat ini masih terbatas pada kelompok tertentu. Jika insentif dihentikan pada fase pertumbuhan, terdapat kemungkinan masyarakat kembali mengandalkan kendaraan berbahan bakar minyak.
“Kalau seandainya insentif dicabut pada saat masa pertumbuhan, ya kemungkinan besar masyarakat akan beralih kembali ke mobil berbahan bakar minyak,” tuturnya.
Ibrahim mengibaratkan perkembangan industri mobil listrik seperti proses tumbuh kembang yang memerlukan tahapan. Menurutnya, pencabutan insentif idealnya dilakukan ketika pasar sudah lebih matang.
“Ada persiapan, ada pertumbuhan, ada perkembangan, ada pendewasaan. Pada saat sudah dewasa… di situlah pemerintah baru mencabut insentif,” ujarnya.
Ia berharap setiap keputusan terkait insentif kendaraan listrik dapat mempertimbangkan kondisi pasar domestik serta dinamika global, sehingga kebijakan yang diambil tetap selaras dengan kebutuhan ekonomi nasional.
(Feby Novalius)