Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Diduga Ada Kerugian Negara

KPK Diminta Usut Pengelolaan Blok West Madura

Iman Rosidi , Jurnalis-Selasa, 12 April 2011 |19:16 WIB
KPK Diminta Usut Pengelolaan Blok West Madura
Gedung KPK
A
A
A

JAKARTA - Indonesia Resources Studies meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan pelanggaran hukum dan potensi kerugian negara terkait rencana perpanjangan pengelolaan PSC-JOA West Madura Offshore pasca terminasi kontrak 2011.

Padahal, pengelolaan blok migas yang dikelola secara bersama oleh Kodeco (25 persen), CNOOC (25 persen), dan Pertamina (50 persen) sejak Mei 1981 ini akan berakhir pada 7 Mei 2011. Sayangnya, Menteri ESDM Darwin Zahedi Saleh dan BP Migas masih memberi kesempatan perpanjangan kontrak kepada Kodeco dan CNOOC.

"Kontrak sudah akan berakhir dan potensi pendapatan sangat besar, sangat wajar dan konstitusional jika pemerintah menunjuk Pertamina sebagai operator di WMO dengan kepemilikan saham 100 persen," kata Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies Marwan Batubara di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4/2011).

Bahkan penunjukan dua perusahaan baru yaitu PT Sinergindo Citra Harapan (SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) telah ditunjuk secara tidak transparan untuk ikut mengelola Blok WMO tanpa mengikuti prosedur tender yang ada. "Penunjukan dua perusahaan ini harus dibatalkan," tegasnya.

Akan tetapi, menurut Marwan faktanya Pertamina telah mengajukan permintaan kepada Menteri ESDM dan Menneg BUMN sejak Mei 2008 lalu untuk diberi kesempatan mengelola blok WMO secara penuh.

"Namun hingga saat ini belum dikabulkan. Ini jelas melanggar hukum dan peraturan yang berlaku serta berpotensi merugikan negara puluhan triliun rupiah," sebutnya.

Blok West Madura Offshore diperkirakan menghasilkan minyak dan gas sebesar 20 ribu barel per hari. Proses perpanjangan kontrak PSC-JOA blok WMO melanggar pasal 2, pasal 3 UU Migas Nomor 22 Tahun 2001, pasal 28 PP Nomor 34 Tahun 2005 dan melanggar prosedur pelaksanaan tender secara terbuka dan melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

"Potensi kerugian negara dari kehilangan kesempatan keuntungan Pertamina, kehilangan penerimaan signature bonus dan penghematan cost recovery sebesar Rp10,65 triliun," pungkasnya.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement