Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
SCTV Akuisisi Indosiar

DPR Nilai Pemerintah Langgar UU

Iman Rosidi , Jurnalis-Selasa, 24 Mei 2011 |07:50 WIB
DPR Nilai Pemerintah Langgar UU
Logo SCTV
A
A
A

JAKARTA - Komisi I DPR menilai pemerintah sengaja membiarkan terjadinya pelanggaraan atas undang-undang (UU) terkait rencana akuisisi PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM) oleh PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK), yang juga memiliki SCTV.

Kesengajaan itu terlihat dengan tidak mendasarkan rencana akuisisi itu pada UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan Pemerintah (PP) No 50 Tahun 2005 tentang Peraturan Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta. Malah pemerintah menggunakan UU lain yaitu UU tentang Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), yang tidak ada kaitannya dengan akuisisi itu.

“Apa yang dilakukan pemerintah terlihat bahwa lebih memihak ke pengusaha daripada menghormati Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang punya wewenang soal itu. Sikap itu mencerminkan pemerintah membiarkan terjadinya pelanggaran atas kasus itu. Itu berbahaya," kata anggota Komisi I DPR Effendy Choirie di Jakarta.

Sebagaimana diketahui KPI telah mengeluarkan pandangan hukum atau legal opinion bahwa rencana akuisisi itu melanggar UU Penyiaran. Alasannya, dengan mengambil alih Indosiar, PT EMTK nantinya memiliki tiga frekuensi sekaligus di Provinsi DKI Jakarta, yakni. SCTV, O Channel, dan Indosiar. Sekarang saja, PT EMTK sudah melanggar UU Penyiaran, karena memiliki dua frekuensi di Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV dan O Channel.

Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, baru-baru ini mengatakan, pihaknya akan menggunakan prosedur UU dalam akuisisi atau merger Indosiar dan SCTV yang dilakukan EMTK. Menurut Tifatul, pihaknya tetap mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.  Pasalnya, dalam UU itu disebutkan hanya mengizinkan satu stasiun televisi di setiap provinsi untuk satu perusahaan. Namun, Tifatul memberi saran kepada PT EMTK dan Indosiar untuk berkonsultasi ke KPPU dan Bapepam LK agar tidak terjadi pemusatan kepemilikan dan monopoli. Saran ini dinilai sebagai sikap pemerintah yang tidak tegas melaksanakan UU.

Menurut Effendy Choirie, sikap pemerintah yang tidak tegas ini jelas-jelas membunuh roh UU Penyiaran, yang lahir dari rahim reformasi dan semangat demokratis pasca tumbangnya Orde Baru. Effendy menegaskan, UU Penyiaran menjadi diversity of ownership (keberagaman kepemilikan) dan diversity of content (keberagaman konten), dan membatasi kepemilikan frekuensi sebagaimana diatur dengan jelas pada PP No 50 yang ditandatangani sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam PP itu, kata dia, disebutkan sebuah holding (perusahaan induk) hanya boleh memiliki satu frekuensi di sebuah provinsi atau setidaknya dua frekuensi di 2 provinsi berbeda. Artinya, EMTK yang sudah memiliki SCTV dan O Channel di satu provinsi kembali melanggar UU untuk kedua kalinya.

“Kami minta pemerintah supaya menghormati UU yang ada. Jangan terus-terusan mengutak-atik UU lain yang sesungguhnya tidak relevan. Hormatilah KPI sebagai lembaga independen,"pungkasnya.

Seperti diketahui, rencana akuisisi ini bermula dari aksi PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), milik grup Salim yang mengakuisisi 56,4 persen saham milik PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), perusahaan perkebunan milik keluarga Sariaatmadja. Sebagai gantinya, Salim menyerahkan saham Indosiar. Per 30 Juni 2009, mayoritas saham London Sumatera sudah dikuasai keluarga Salim.

Di pihak lain, pada 1 Maret 2011, Elang Mahkota Teknologi menandatangani jual beli bersyarat dengan PT Prima Visualindo terkait rencana pengambilalihan 27,24 persen saham Indosiar Karya Media dengan harga yang disepakati Rp 900 per saham atau total Rp 496,573 miliar. Berdasarkan peraturan, EMTK juga harus melakukan penawaran tender untuk saham-saham Indosiar yang masih ada.

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement