Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Edisi Kartini (2)

GKR Hemas Dorong Wanita di Parlemen

Rani Hardjanti , Jurnalis-Sabtu, 21 April 2012 |10:19 WIB
GKR Hemas Dorong Wanita di Parlemen
Gusti Kanjeng Ratu Hemas. (Foto: DPD)
A
A
A

JAKARTA - Keberadaan wanita di dunia politik, baik legislatif maupun yudikatif, dan eksekutif, masih sangat minim. Padahal, posisi wanita penting, karena bisa mengakomodir persoalan diskriminasi gender.

Wacana inilah yang diusung oleh Gusti Kanjeng Ratu Hemas agar hak wanita bisa dipenuhi. Dalam konteks ketatanegaraan, Ratu Hemas menilai, persoalan itu bisa dituntaskan salah satunya bila porsi wanita 30 persen dapat terpenuhi. Namun, pada kenyataanya hal ini masih sulit dicapai. Budaya patriarki yang kental di antaranya menjadi kendala.

"Kalau melihat Balangladesh, kuota perempuan di parlemen mencapai 50 persen. Dengan kehadiran para perempuan ini, dari sisi regulasi dan anggaran bisa memihak kepada wanita. Di Indonesia porsi perempuan itu harusnya 30 persen, tetapi realisasinya masih jauh," demikian kutipan pernyataan permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Dorongan yang dilakukan Ratu Hemas agar wanita mau maju bukanlah sekadar ucapan sematan. Namun, Ratu Hemas merealisasikannya melalui aksi nyata. Ratu Hemas mendirikan dan hingga kini menjadi Ketua Kaukus Perempuan Parlemen (PP) DPD RI.

Bagaimana pandangan dia mengenai perkembangan wanita Indonesia terkini? Berikut kutipan perbincangan Okezone dengan GKR Hemas di kantor Redaksi Okezone, Rabu (18/4/2012) malam.

Apa yang Anda aspirasikan dengan lembaga yang Anda bentuk?
Kaukus PP DPD RI turut memperjuangkan terbentuknya Jaringan Perempuan Parlemen Indonesia sebagai salah satu wadah penguatan keterwakilan perempuan di parlemen. Menurutnya, di lembaga parlemenlah, baik di tingkat pusat (DPR/DPD) maupun di tingkat provinsi/kabupaten/kota (DPRD). Sebab keputusan penting diambil di parlemen. Diharapkan perempuan yang berkecimpung di parlemen dapat mempengaruhi perbaikan nasib perempuan, setidaknya terbangunnya kesetaraan gender dan keadilan sosial.

Tujuan Anda?
Kita maunya mengantisipasi UU Pemilu Tahun 2009 yang memberikan porsi 30 persen kepada perempuan. Meski sudah ada undang-undangnya, namun realisasinya masih belum maksimal. Kita akan mengantisipasinya pada Pemilu 2014. Meksi terlambat, namun saat ini kita tengah membuat jaringan di 33 provinsi, sehingga peran perempuan bisa lebih maksimal lagi.

Pada dasarnya kita ingin mendukung perempuan di parlemen, ingin sekali. Ini merupakan kesepakatan kita dalam kausus perempuan untuk bisa teralisasi pada 2014. Tentunya kita memiliki program-program seperti mengentaskan angka kematian pada ibu melahirkan, kemudian meratifikasi persamaan gender, juga isu-isu di pedalaman yang terus kita gali.

Bagaimana cara meningkatkan hak wanita?
Harus ada kaderisasi anggota wanita dalam partai politik. Selama posisi wanita jauh. Untuk penomoran saja wanita ditempatkan pada nomor besar. Seharusnya bisa menggunakan sistem zigzag dengan laki-laki.

Realisasinya bagaimana?
Kita akan lebih mendorong kepada anggaran yang berpihak kepada wanita. Jadi kalau melihat Balangladesh, kuota perempuan di parlemen mencapai 50 persen. Dengan kehadiran para perempuan ini, anggaran pendidikan meningkat 40 persen. Di Indonesia porsi perempuan itu harusnya 30 persen, tetapi realisasinya masih jauh.

Kita melihat kaca mata wanita tidak hanya dari sisi budaya dan agama saja, yang lebih cenderung patriarki dan pria adalah pemimpin. Namun nyatanya di Indonesia masih sulit. Perempuan itu harus mendapatkan haknya setara dengan laki-laki, jika tidak maka itu namanya diskriminasi.

Jadi hadirnya wanita di parlemen sebenarnya bisa menjadi penjebatan kepentingan-kepentingan wanita, ikut terlibat dalam pengambil keputusan yang selama ini tidak berpihak kepada wanita.

Kendalanya yang dihadapi selama ini untuk bisa mencapai target?
Memang diakui komposisi kuota 30 persen masih sulit. Persoalannya bukan hanya kuantitas tetapi juga kualitas. Seperti ada yang terjadi salah satu anggota parlemen yang ternyata dia berprofesi sebagai pedagang dan tidak mengerti politik.

Jadi dia lagi jualan di pasar ditawari jadi anggota parpol, dia mau. Ketika dia ajukan jadi anggota parlemen dia lolos. Nah, inikan suatu dunia yang baru bagi dia. Karena sama sekali tidak mengenal politik, dia memilih di Komisi Anggaran, asumsinya dia seorang pedagang yang bisa mengolah uang. Nah ini akhirnya dilakukan pendampingan. Tetapi pada akhirnya dia enjoy dan bisa beradaptasi dengan baik.

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement