JAKARTA - Fitch Ratings memberikan peringkat idAA(idn) untuk PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) dengan prospek stabil.
"Fitch juga telah memberikan peringkat terhadap rencana Obligasi Senior Berkelanjutan I SMART dengan jumlah pokok sebanyak-banyaknya Rp3 triliun dan rencana Obligasi Senior Berkelanjutan I SMART Tahap I Tahun 2012 dengan jumlah pokok sebanyak-banyaknya Rp1 triliun di AA(idn)," kata Analis Fitch Erlin Salim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (24/4/2012).
Peringkat tersebut mencerminkan hubungan strategis dan operasional yang kuat antara SMART dan pemegang saham mayoritas sebesar 97,2 persen, Golden Agri Resources Ltd (GAR). SMART sendiri berkontribusi sekira 32 persen terhadap total perkebunan matang (mature) dan total produksi minyak kelapa sawit (CPO) secara konsolidasi.
Lebih jauh lagi, sebagian besar dari penjualan ekspor SMART disalurkan melalui unit dagang dari grup, yaitu Golden Agri International (GAI), untuk memanfaatkan jaringan dan merek dagang GAR yang sudah mapan. GAR juga adalah penjamin dari sebagian utang SMART.
Peringkat-peringkat tersebut di atas memperhitungkan posisi GAR sebagai perusahaan kelapa sawit terbesar kedua di dunia, yang diukur dari area tertanam dan total produksi CPO, dan operasi perusahaan yang terintegrasi secara vertikal.
Peringkat tersebut juga memperhitungkan profil perkebunan GAR yang menguntungkan, di mana 51,1 persen dari total perkebunan matang saat ini berada di usia yang paling produktif (prime age). Sedangkan 34,1 persen dari total area tertanam terdiri dari perkebunan matang muda (young mature) dan belum matang (immature).
Ekspektasi Fitch, GAR dapat memelihara likuiditas yang memadai dan rasio utang yang rendah, seperti halnya selama tiga tahun terakhir, yang didukung oleh permintaan atas CPO yang kuat.
Fitch memandang strategi ekspansi SMART untuk meningkatkan kapasitas produksi hilir sebagai langkah yang positif, di tengah perubahan tarif perpajakan yang diberlakukan pemerintah baru-baru ini. Strategi ini diharapkan dapat mengimbangi potensi penurunan margin yang diakibatkan dari diberlakukannya pajak ekspor CPO yang lebih tinggi, dan sebagai gantinya mendapatkan keuntungan dari tarif pajak ekspor untuk produk hilir yang lebih rendah.
(Widi Agustian)