JAKARTA - Para pengusaha yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi meminta pemerintah untuk memperketat kawasan free trade zone (FTZ) Batam, sehingga tidak lagi menjadi lokasi titik transit (transhipment point).
Dewan Penasihat Asosiasi Produsen Pipa Pemboran Migas Indonesia Herman Hermanto mengatakan, saat ini, Batam masih digunakan oleh para importir untuk memanipulasi surat keterangan asal (SKA) barang.
Batam, lanjutnya, digunakan importir untuk mengekspor kembali barang tapi dengan menggunakan label made in Indonesia. Cara itu, kata dia, dilakukan untuk menghindari adanya bea masuk anti-dumping (BMAD) yang diberlakukan oleh suatu negara.
Dia menambahkan, pihaknya beserta sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi (Guspen Migas) telah menyampaikan masalah tersebut kepada Menteri Perindustrian MS Hidayat.
"Mereka gunakan Batam sebagai transhipment point untuk dapatkan status made in Indonesia dengan SKA untuk direekspor ke luar negeri,” kata Herman usai bertemu dengan Menteri Perindustrian MS Hidayat, di Kemenperin, Jakarta, Selasa (1/5/2012).
Selain itu, menurutnya, pemerintah juga diharapkan segera menerapkan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) terhadap produk casing dan tubing yang saat ini banyak diimpor oleh China, Singapura, dan Jepang.
Menurutnya, hal itu masih diselidiki oleh KPPI (Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia). "Menteri Perindustrian sangat mendukung hal itu," ucapnya.