Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Banyak Investor Rusak Lingkungan Bali

Rohmat , Jurnalis-Minggu, 10 Juni 2012 |10:44 WIB
Banyak Investor Rusak Lingkungan Bali
Ilustrasi. Foto: Corbis
A
A
A

DENPASAR - Pembangunan sarana akomodasi pariwisata, seperti perhotelan, dituding telah berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan alam di wilayah Bali Selatan secara tak terkendali.

"Kita bukan antiinvestasi, namun melihat fakta di lapangan, banyak investasi, baik asing maupun nasional khususnya bidang perhotelan banyak melakukan pelanggaran seperti RTRW, perizinan dan lainnya," kata Ketua Sekretariat Penyelamatan dan Pelestarian Lingkungan Hidup (SKKPLH) Bali Made Mangku di Denpasar, akhir pekan ini.

Kerusakan lingkungan sebagai akibat ditabraknya rambu-rambu atauran yang ada dapat dilihat di kawasan pariwisata Kabupaten Badung, seperti di Nusa Dua dan Kuta dan sekitarnya.

Para investor hanya memandang investasi dari perspektif mencari keuntungan semata sehingga mengabaikan dampak ekologis maupun sosiologis, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Celakanya, praktek itu tidak sepatutnya dilakukan dengan melibatkan oknum-oknum di dinas atau pihak terkait di pemerintahan.

Made Mangku menyoroti bagaimana proses perizinan yang longgar dan tidak konsisten di Pemkab Badung telah membuat aktivitas investasi, khususnya bidang akomodasi pariwisata menjadi sulit dikendalikan dan tanpa kontrol.

"Investor dan aparat pemerintahan daerah dengan senenaknya melakukan pelanggaran atas aturan yang ada dan mengabaikan faktor lingkungan hidup, katanya sembari mencontohkan kasus proyek Hotel Holiday Inn di Jalan Pratama, Nusa Dua, dan Hotel Mulia Resort salah satunya yang dinilai merusak lingkungan sempadan pantai di Nusa Dua.

Dalam pengamatannya, ada dua kasus besar yang dinilai melakukan pelanggaran dan saat ini terus mendapat perhatiannya, seraya berharap agar segera diketahui publik dan diambil tindakan dan sikap tegas dari pemerintah.

Secara khusus, Made Mangku menyoroti Hotel Holiday Inn milik seorang investor asal Surabaya yang diyakini nyata-nyata melakukan pelanggaran dengan menutup sempadan pantai.

Yang membuatnya miris, bagaimana hotel yang dibangun di atas lahan seluas 80 are, namun dalam gambar mereka akan membangun 120 kamar dan lima lantai.

"Bangunan ini jelas melabrak Keefisien Dasar Bangunan (KDB) dari Kabupaten Badung dan tidak memenuhi syarat. Setelah saya cek tidak ada IMB namun pembangunannya jalan terus sampai saat ini," kata Mangku yang juga pengamat lingkungan Bali ini.

Dia menuding, Pemkab Badung telah diintervensi oleh kepentingan investor sehingga tidak jelas dalam menerapkan aturan mulai IMB, RTRW, RUTR RDTR Badung.

Jika dilihat lebih jauh pelanggaran nyata dilakukan dalam pembangunan hotel tersebut, namun tetap dibiarkan oleh pemerintah daerah. Dicontohkan, bagaimana pelanggaran kasat mata adalah pengurukan mulai dari jalan setapak hingga basemen hotel.

Ada sekira 16 ribu meter kubik pasir dibuang ke laut agar basemen hotel diperlebar, pengerukan terjadi sampai melewati headline barier atau reef (pemecah ombak) yang sudah ada.

Akibatnya, banyak  biota laut mati, padang lumun sigras penahan arus mati, karang untuk menahan arus  terganggu. Secara sosiologis, masyarakat setempat tidak bisa punya akses ke luat.

Kasus kedua adalah Hotel Mulia yang ada di Pantai Geger Nusa Dua. Hotel ini melakukan pengerukan dengan cara menutup aliran sungai kering yang mengalir ke laut. Jalur utama ditutup dan air ketika musim hutan yang mengairi sungai kering tertutup. Selain itu, garis pantai juga dilanggar sehingga nelayan dan masyarakat umum tidak bisa mengakses jalur tersebut.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement