Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Sektor Perikanan Ditinggal Perbankan

Wahyudi Aulia Siregar , Jurnalis-Kamis, 12 Juli 2012 |17:58 WIB
Sektor Perikanan Ditinggal Perbankan
Ilustrasi. (Foto: Okezone)
A
A
A

MEDAN - Bank Indonesia (BI) mencatat porsi kredit perikanan di Sumatera Utara masih sangat kecil, khususnya jika dibandingkan dengan sektor riil perekonomian masyarakat lainnya.

Tercatat hingga Januari-Mei 2012, jumlah kredit perikanan yang berhasil tersalurkan hanya Rp168,7 miliar. Meski realisasi ini meningkat 6,87 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, namun jumlahnya yang kecil membuat pertumbuhan di sektor ini menjadi sangat lambat. Khususnya jika dibandingkan dengan sektor pertanian, yang realiasi kreditnya mencapai Rp15,77 triliun.

“Total kredit perikanan yang sudah dikucurkan perbankan di Sumut pada periode Januari-Mei 2012 sebesar Rp168,7 miliar, naik 6,87 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Di mana porsi terbesar diberikan pada budidaya biota laut sebesar 28,07 persen dan penangkapan ikan lainnya 23,63 persen. Bisnis perikanan yang berkembang di Sumut sendiri yaitu penangkapan ikan tuna, udang, crustasea dan ikan lainnya. Dari segi budidaya, ada budidaya udang dan rumput laut," terang Deputi Direktur Bidang Ekonomi dan Moneter BI Wilayah IX Sumut Aceh Mikael Budi Satrio saat seminar Pengembangan Industri Perikanan dan Sistem Aquabisnis, Kamis (12/7/2012).

Mikael mengaku, terbilang kecilnya realisasi kredit untuk sektor perikanan ini, didorong oleh minimnya agunan yang dapat disediakan para nelayan maupun pengelola budi daya perikanan. Perbankan sendiri cenderung menahan diri, karena risiko operasional di sektor ini yang cukup tinggi.

“Dari laporan yang kita terima, persoalan yang menghambat sektor perikanan sehingga pertumbuhannya kecil adalah agunan. Agunan sektor tersebut belum mengikat, seperti kapal, tambak atau lainnya. Bank kesulitan memperoleh sertifikat dari barang-barang tersebut. Selain itu risikonya lebih tinggi terhadap cuaca atau persoalan lainnya sehingga tidak bisa dianggap sebagai jaminan,” ucapnya.

Lebih lanjut menurut Mikael, persoalan volume produksi yang tidak menentu, khususnya terhadap perikanan tangkap, juga menjadi masalah utama. Apalagi untuk perikanan budidaya, belum ada jaminan akan stabilitas dan kontinuitas produksi. Padahal kedua faktor itu merupakan penentu asumsi kemampuan bayar para nelayan sebagai calon debitur.

"Bukannya ingin menyebutkan tinggi risiko tapi hanya saja belum ada jaminan pasti yang bisa menjadi pegangan perbankan untuk mengucurkan kredit," ujarnya.

Di Sumatera Utara sendiri, ada enam daerah yang memiliki prospek bisnis perikanan cukup baik, dan telah menerima kucuran kredit yang cukup tinggi. Dimana dari 168,7 miliar kredit perikanan, 55 persennya terserap di Medan, 19,33 persen terserap di Sibolga, 9,9 persen terserap ke Pematang Siantar dan 4,48 persen terserap ke Asahan. Sementara dua daerah lainnya, yaitu Tanjung Balai dan Karo, masing-masing menyerap 2,62 persen dan 1,95 persen.

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement