JAKARTA - Langkah membebaskan bea masuk kedelai nol persen sampai akhir tahun dan memfasilitasi koperasi para pengrajin tahu dan tempe untuk mengimpor langsung ke negara penghasil kedelai menunjukan kebijakan pangan pemerintah yang reaktif dan grand desain tata niaga pertanian yang buruk.
Anggota DPR RI Komisi IV Mamur Hasanuddin menyebut kebijakan tersebut hanya mampu meredam gejolak kedelai dalam jangka pendek.
"Pembebasan bea masuk hanya menguntungkan importir sama sekali tidak memberikan keuntungan bagi petani lokal. Selama pemerintah tidak menyelesaikan masalah penambahan lahan pertanian dan insentif bagi petani kedelai dalam mendorong peningkatan produksi importasi akan terus terjadi," ujar dia dalam siaran pers, Kamis (26/7/2012).
Situasi ini, tambah dia, menegaskan impor tidak dapat dijadikan penopang utama dalam pemenuhan komoditas pangan nasional. Di sisi lain, hal ini juga memberikan gambaran jelas bahwa pemerintah tidak pernah serius dalam mendorong swasembada kedelai dan sektor pertanian secara umum.
"Produksi kedelai lokal selama ini bagus tetapi petani tidak pernah mendapatkan manfaat dari capaian tersebut. Hal ini terjadi karena tata niaga yang buruk dari pemerintah menyebabkan kedelai lokal lebih mahal dibandingkan kedelai impor," tambahnya.
Menurut dia, Kementerian Pertanian menyebut swasembada kedelai terkendala lahan. Namun selama dua tahun ini belum juga terrealisasi. Begitu juga dengan Kementerian Kehutanan yang menjanjikan sekira dua juta hektar lahan yang bisa ditanami dan juga belum terealisasi.
"Menko harus mendorong BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan Kementerian Kehutanan menuntaskan janjinya yang akan memberikan lokasi lahan untuk pengembangan pertanian. Lahan yang ada saat ini tidak mungkin dipaksakan untuk produksi yang besar jika tidak ada terobosan ekstensifikasi dan reformasi agraria yang berpihak," tegas Ma’mur.
Ma’mur juga menyesalkan langkah sweeping oleh sekelompok pihak kepada pedagang yang masih berjualan tahu dan tempe sebagai bentuk solidaritas.
"Kegiatan sweeping yang dilakukan kontrapoduktif dengan semangat yang solidaritas yang dimaksud, oleh karenanya pihak berwenang harus mencegah prilaku tersebut berlangsung terus," tandas dia. (gna)
(Rani Hardjanti)