MEDAN – Kementerian Kehutanan (Kemenhub) mengaku tengah memprioritaskan legalisasi sembilan kawasan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di wilayah Sumatera, yang sebagian besar arealnya merupakan kawasan hutan.
Kesembilan kawasan itu yakni, KPI Sei Mangke, KPI Tapanuli Selatan, KPI Dairi, KPI Dumai, KPI Batam, KPI Tanjung Api-Api, KPI Palembang, KPI Muara Enim dan KPI Bangka Barat.
Total investasi sektor riil di sembilan KPI itu diperkirakan mencapai sekira Rp126 triliun. Dengan didukung investasi infrastruktur yang mencapai Rp128 triliun. Di samping sembilan KPI di Sumatera itu, masih ada pula KPI Cilegon di Propinsi Banten yang ikut diprioritaskan dengan total investasi sektor riil mencapai Rp63 triliun dan investasi infrastruktur mencapai Rp16 miliar.
“Total investasi untuk 10 KPI yang kita prioritaskan saat ini mencapai Rp333,234 triliun. Itu akan dibagi hampir sama besar untuk ke 10 KPI. Sembilan KPI diantaranya berada di Sumatera, sedangkan satu lagi di Banten," ujar Sekretaris Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto di Medan.
"Investasi yang besar ini tentunya harus kita tindak lanjuti secara baik, guna mendukung perekonomian nasional. Sejauh ini memang ada kendala dalam proses legalisasinya, tapi dengan dijadikannya KPI itu sebagai skala prioritas, diharapkan legalisasinya segera keluar,” tambah dia.
Hadi menambahkan, sembilan KPI yang tengah diprioritaskan itu bukan semata untuk kawasan industri maupun pertambangan. Melainkan juga untuk legalisasi kawasan hutan untuk infrastruktur Jalan, Bandara, Pelabuhan, Rel Kereta Api dan Pembangkit Listrik.
“Di 2013 nanti, lahan yang akan kita legalisasi itu pada umumnya untuk Jalan, Pelabuhan, Rel Kereta Api dan Pembangkit Listrik. Tapi di Batam dan Palembang, termasuk untuk wilayah pengembangan Bandara,” kata dia.
Adapun masalah yang muncul dalam proses legalsasi 9 KIP di Sumatera ini menurut Hadi, lebih pada persoalan tata ruang, tumpang tindihnya perijinan, serta regulasi yang kini tengah memasuki proses penyempurnaan.
“Beberapa masalah yang kita hadapi sekarang, pada umumnya yakni persoalan tata ruang. Namun Tim Kerja Ekonomi Sumatera sudah menyurati Kepala BPN untuk mempercepat proses penerbitan ijin pemisahan HGU. Sementara kita, tengah menunggu proses perubahan kawasan hutannya, yang diakomodir dalam review tata ruang propinsi," jelas dia.
"Masalah juga terjadi dalam tumpang tindih kawasan pertambangan, kawasan hutan produksi dan hutan lindung. Ini yang agak repot, karena proses melengkapi persyaratan ijin pinjam pakai hutan tak semudah yang kita bayangkan,” tukas dia.
Guna memperlancar investasi dan pengembangan industri pengolahan, saat ini pemerintah juga tengah mengajukan pembaruan dalam peraturan menteri ESDM No7 tahun 2012 tentang larangan pemegang ijin usaha perdagangan bahan mentah, karena faktanya regulasi itu banyak mendapat respon negatif dari investor.
(Martin Bagya Kertiyasa)