JAKARTA - Pemerintah berencana menggunakan lindung nilai (hedging) terhadap nilai tukar rupiah. Pasalnya, rupiah yang bergerak volatil membuat pemerintah harus membayar utang lebih mahal.
Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo mengatakan, sudah puluhan tahun Merdeka, namun Indonesia belum pernah menerapkan hedging. Menurutnya, dengan hedging tersebut maka pembayaran utang dapat terjamin.
"Kita sudah puluhan tahun merdeka kita belum pernah pake itu. Padahal, di swasta sesuatu yang sangat lazim. Malahan kita di pemerintahan masih secara sangat konservatif mengelola anggaran," kata Agus Marto di Le-meridien Hotel, Jakarta, Selasa (29/1/2013).
"Supaya tidak ada risiko terkait nilai tukar punya utang dalam yen, penerimaan dalam rupiah, yen-nya cenderung menguat, rupiahnya cenderung melemah, Itu sesuatu yang bisa dikendalikan dengan sistem hedging," tambah dia.
Agus menjelaskan, sistem hedging merupakan suatu instrumen yang digunakan di dunia. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan pengelolaan aset liability. "Kalau kita punya penerimaan, kita harus investasi di currency yang cenderung menguat," ujar Agus.
Agus mengatakan, hal-hal ini dikelola dengan lebih baik bila ada produk hedging. Hedging itu harus disusun peraturannya disosialisasikan bukan hanya di pelaku ekonomi tapi di pelaku pengawas sampai yang bagian penegakan hukum itu semua harus tahu kemudian kapasitas harus disiapkan.
"Supaya pelaku-pelakunya mengerti, tidak hanya ilmunya tapi juga etika dan nilai-nilainya bagaimana melakukan hedging dengan tepat, baru kita lakukan secara bertanggung jawab," ujar Agus.
Sekadar informasi, hedging nantinya seperti asuransi, yang menggunakan premi. Oleh karena itu, premi tersebut akan menjadi beban APBN. Hal tersebut, lebih ringan ketimbang mengandalkan kurs.
Dengan adanya premi tersebut maka anggaran Rp100 miliar untuk membayar utang, akan tetap Rp100 miliar. Masalahnya, dengan fluktuasi rupiah saat ini, utang yang seharusnya hanya Rp100 miliar dapat membengkak hingga Rp200 miliar.
(Martin Bagya Kertiyasa)